Page 1 - Cerpen Rindu di Musim Wabah
P. 1
Rindu di Musim Wabah
Oleh A. WARITS ROVI
1 Agustus 202012:21 WIB
https://www.kompas.id/baca/cerpen-hiburan/2020/08/01/rindu-di-musim-wabah
Kata ibu, pandemi itu sudah menjangkiti 4 orang warga di
kampung kelahiranku, semuanya meninggal dengan cepat dan
dikubur tanpa kehadiran keluaraga dan tanpa ritual apa-apa.
Keganjilan ini berawal pada suatu sore, ketika aku duduk di
dekat jendela. Di luar kaca yang setengah terkuak, guguran
daun-daun kers membedaki tanah. Pelan kuangkat mata
bermaksud ingin menatap pohon yang sudah enam tahun jadi
panjatan empuk anak-anak.
“Astaga!”
Pohon itu menjelma tubuh ayah, lengkap memakai sarung, baju
koko dan peci hitam, berlatar kulit tua yang dijejali garis dan
gelambir. Jantungku berdenyut kencang. Spontan aku berdiri
dan mengulur tangan dari jauh.
“Ayah!” panggilku seketika. Aku seperti tak percaya jika itu ayah. Tapi nyata, itu ayah. Aku
mengucek mata dan mengamatinya lagi.
Saat pandanganku digeser ke samping, aku semakin takjub, kursi yang terbuat dari tonggak
kayu di bawah pohon itu menjelma tubuh ibu, duduk tersenyum, berkebaya ungu dengan
renda motif bunga dari sulaman benang kuning, memakai kerudung sintir hitam dan sandal
jepit yang sebagian pautan talinya ada bekas bakar karena pernah putus dan disambung
dengan api.
“Lho? Ibu di sini juga!” suaraku lebih nyaring di tengah ketakjuban yang kian dahsyat, antara
percaya atau tidak. Aku menatapnya dengan luap rindu yang tertuang.
“Ah! Kenapa jadi absurd seperti ini?”
Kualihkan pandang ke dalam ruangan, yang tampak tetap sama: lemari, kursi, akuarium
dan semua jenis perabot menjelma wajah ayah dan ibu. Aku gemetar, antara bahagia dan
takut.
Sejenak kuterpejam, mengucek-ngucek mata kembali, sembari membaca salawat dan
istigfar. Setelah membuka mata pelan-pelan, barulah kudapati pemandangan yang
sesungguhnya seperti semula, ada lemari, kursi, meja dan segala perabot lainnya.
Kemudian kutoleh kembali ke luar jendela, pohon kers berdiri kekar, masih menggugurkan
daun-daun halus, juga kursi tonggak kayu yang ada di bawahnya masih teronggok bisu,
dirayapi barisan semut.