Page 134 - SEJARAH NASIONAL INDONESIA KELAS XI SEMESTER 1
P. 134

Dengan sistem Benteng Stelsel ruang gerak pasukan Diponegoro dari waktu
                 ke waktu semakin sempit. Para pemimpin  yang membantu Diponegoro
                 mulai  banyak yang tertangkap, tetapi perlawanan rakyat masih  terjadi di
                 beberapa tempat. Pasukan Diponegoro di Banyumeneng harus bertahan dari
                 serangan Belanda. Di Rembang di bawah pimpinan Raden Tumenggung Ario
                 Sosrodilogo, rakyat mengadakan perlawanan di daerah Rajegwesi. Namun,
                 perlawanan di Rembang dapat dipatahkan oleh Belanda pada bulan Maret
                 1828. Sementara itu, pasukan Diponegoro  di bawah Sentot Prawirodirjo
                 justru berhasil menyerang benteng Belanda di Nanggulan (daerah di Kulon
                 Progo  sekarang). Penyerangan ini  berhasil  menewaskan Kapten Ingen.
                 Peristiwa penyerangan benteng di Nanggulan  ini mendapat perhatian
                 para pemimpin perang Belanda. Pasukan Belanda dikonsentrasikan  untuk
                 mendesak dan mempersempitkan ruang gerak pasukan Sentot Prawirodirjo
                 dan kemudian mencoba untuk didekati agar mau berunding. Ajakan Belanda
                 ini berkali-kali ditolaknya. Belanda kemudian meminta bantuan kepada Aria
                 Prawirodiningrat  untuk membujuk Sentot Prawirodirjo. Pertahanan hati
                 Sentot Prawirodirjo pun luluh, dan menerima ajakan untuk berunding. Pada
                 tanggal 17 Oktober 1829 ditandatangani Perjanjian Imogiri antara Sentot
                 Prawirodirjo  dengan pihak Belanda. Isi perjanjian  itu antara lain sebagai
                 berikut.
                 1)    Sentot Prawirodirjo diizinkan untuk tetap memeluk agama Islam.
                 2)    Pasukan Sentot Prawirodirjo tidak dibubarkan  dan ia tetap sebagai
                       pemimpinnya.
                 3)    Sentot Prawirodirjo dengan pasukannya diizinkan untuk tetap memakai
                       sorban.
                 4)    Sebagai kelanjutan perjanjian itu, maka pada tanggal 24 Oktober 1829
                       Sentot Prawirodirjo dengan pasukannya memasuki ibu kota  negeri
                       Yogyakarta untuk secara resmi menyerahkan diri.

                 Penyerahan diri dan tertangkapnya para  pemimpin pengikut Pangeran
                 Diponegoro,  merupakan pukulan  berat bagi perjuangan  Pangeran
                 Diponegoro. Namun pasukan di bawah komando Diponegoro terus berjuang
                 mempertahankan tanah tumpah darahnya. Pasukan ini bergerak dari satu
                 pos yang ke pos lain. Belum ada tanda-tanda perlawanan Diponegoro akan
                 berakhir. Belanda kemudian mengumumkan kepada khalayak  pemberian
                 hadiah  sejumlah 20.000  ringgit  bagi  siapa  saja yang dapat menyerahkan
                 Pangeran  Diponegoro  baik dalam keadaan hidup  maupun  mati. Tetapi
                 nampaknya tidak ada yang tertarik dengan pengumuman itu.









                 126    Kelas XI SMA/MA/SMK/MAK                                   Semester 1
   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138   139