Page 137 - SEJARAH NASIONAL INDONESIA KELAS XI SEMESTER 1
P. 137

Belanda   juga   menuntut    agar   Buleleng
                       membayar ganti rugi atas kapal Belanda
                       yang dirampas penduduk.  Raja Gusti Ngurah
                       Made Karangasem yang mendapat dukungan
                       patihnya, I Gusti Ketut Jelantik, dengan tegas
                       menolak tuntutan Belanda tersebut. Bahkan,
                       I Gusti Ketut Jelantik sudah melakukan latihan
                       dan menghimpun  kekuatan untuk melawan
                       kesewenang-wenangan Belanda. Dengan
                       demikian perang tidak dapat dihindarkan.
                                                                      Sumber: Indonesia  Dalam  Arus
                                                                      Sejarah  jilid  4 (Kolonisasi  dan
                       Patih Ketut Jelantik terus mempersiapkan prajurit   Perlawanan), 2012.
                       Buleleng dan memperkuat pos-pos pertahanan.    Gambar 2.27 I Gusti Ketut
                                                                      Jelantik.
                       Dalam pertempuran ini Raja Buleleng mendapat
                       dukungan dari Kerajaan Karangasem dan Klungkung. Sementara, pada
                       tanggal 27 Juni 1846 telah datang pasukan Belanda berkekuatan 1.700 orang
                       pasukan darat yang langsung menyerbu kampung-kampung di tepi pantai.
                       Di samping itu, masih ada pasukan laut yang datang dengan kapal-kapal
                       sewaan. Pertempuran sengit terjadi antara para pejuang dari Buleleng yang
                       dibantu oleh para pejuang Karangasem dan Klungkung melawan Belanda.
                       Selama dua hari para pemimpin, prajurit, dan rakyat Buleleng  bertempur
                       mati-matian. Mengingat persenjataan Belanda lebih lengkap dan modern,
                       maka para pejuang Buleleng semakin terdesak. Benteng pertahanan Buleleng
                       jebol dan ibu kota Singaraja dikuasai Belanda. Raja dan Patih Ketut Jelantik
                       beserta pasukannya terpaksa mundur  sampai ke Desa Jagaraga (sekitar 7
                       km sebelah timur Singaraja). Pasukan Belanda terus mendesak para pejuang
                       dan memaksa Raja Buleleng untuk menandatangani  perjanjian. Perjanjian
                       ditandatangani pada tanggal 6 Juli 1846 yang isinya antara lain: (1) dalam
                       waktu tiga bulan Raja Buleleng  harus  menghancurkan semua benteng
                       Buleleng yang pernah digunakan dan tidak boleh membangun benteng baru;
                       (2) Raja Buleleng harus membayar ganti rugi dari biaya perang yang telah
                       dikeluarkan Belanda, sejumlah 75.000 gulden, dan raja harus menyerahkan
                       I Gusti Ketut Jelantik  kepada pemerintah  Belanda;  (3) Belanda  diizinkan
                       menempatkan pasukannya di Buleleng.


                       Tekanan dan paksaan Belanda itu ditandingi dengan tipu daya. Raja dan para
                       pejuang berpura-pura menerima isi perjanjian itu. Namun, di balik itu Raja dan
                       Patih Ktut Jelantik memperkuat pasukannya. Di Jagaraga dibangun benteng
                       pertahanan yang kuat bagaikan Gelar Supit Urang. Rakyat juga sengaja tetap
                       mempertahankan Hukum Tawan Karang. Pada tahun 1847 kapal-kapal asing





                                                                                          129
                                                                             Sejarah Indonesia
   132   133   134   135   136   137   138   139   140   141   142