Page 4 - Ridwan Sang Pahlawan Cerpen
P. 4
Gelandang dari tim kelas Ridwan sangat lihai dalam mengumpan bola, semuanya dapat
berkomunikasi dan bergerak dengan baik. Atensi Ridwan pun tak dapat dialihkan, sesekali memekik
antusias. Hingga bola sampai pada penyerang dan siap untuk mencetak gol, namun tergagalkan
karena gelandang dari tim lawan berhasil merebut bola.
‘Brak! Gedebuk!’
Penyerang handal dari tim kelas Ridwan jatuh tersungkur akibat dorongan keras. Sebenarnya bola
bisa direbut tanpa saling menabrak, namun Ridwan tidak mau berpikiran buruk dan langsung
menghampiri temannya.
“Daffa!” Yang dipanggil masih meringis perih, lututnya cidera parah.
“Tinggal satu gol lagi untuk menggait juara satu, kita harus ganti Daffa dengan siapa?” Panik salah
satu teman.
“Astaga, ini Daffa dibantu jalan aja dulu!”
Ridwan merangkulkan tangan Daffa ke pundak lebarnya sembari sedikit menahan beban tubuh
temannya agar mudah untuk berjalan menuju UKS. Ridwan bisa merasakan bagaimana jantung
temannya berdegup kencang akibat terus berlari, tangannya begitu licin karena keringat. Dengan
sigap Ridwan memanggil anggota PMR untuk cepat mengobati luka Daffa.
“Wan!” Panggil Daffa yang.
Yang namanya dipanggil dengan segera mendekat, pikirnya sedang membutuhkan bantuan. Daffa
pun mengusap pundak Ridwan dengan yakin.
“Pahlawan ayo turun ke medan perang, aku percaya ke kamu. Tim kita lagi berdebat panas
perkara pemain cadangan, ayo maju daripada kita pecah di tengah pertandingan.” Dengan sisa
tenaganya, Daffa masih mampu merekahkan senyum di bibirnya.
Ridwan masih bungkam seribu bahasa, dari binar matanya ia sangat ingin namun masih merasa ragu.
Berniat menolak namun salah satu teman lainnya menarik Ridwan untuk ikut ke lapangan.
“Semangat, Wan!” Teriak Daffa.
“Heh suaramu itu menggema di ruangan!” Tegur Laras, salah satu anggota PMR yang tengah
mengobati Daffa.
“Ya, maaf. Galak banget...”
Kembali pada Ridwan yang berjalan tergesa ke arah lapangan, sembari memantapkan hatinya.
Bahwa inilah yang harus ia lakukan, berkorban demi kesejahteraan bersama. Semua siap pada posisi
masing-masing, waktu pertandingan yang sempat terhenti kini kembali dilanjutkan. Gerak mata
Ridwan sangat gesit menangkap keberadaan bola, mempercayakan strategi umpan pada gelandang
tim hingga nanti saatnya untuk menyerang. Jantung berdetak kencang, gugup dan terpacu. Keringat
bahkan mengalir lebih deras dibanding sebelumnya. Lain dengan Jonathan yang tersenyum bangga
melihat aksi teman karibnya, ia yakin bahwa Ridwan bisa diandalkan.
“Mantab juga si Wawan.” Jonathan berdecak kagum.
Bola semakin memasuki daerah lawan, Ridwan pun mempercepat larinya. Terus fokus pada bola dan
situasi agar dapat membidik dengan tepat.