Page 6 - kerajaan mataram
P. 6
Sekolah : SMK NEGERI 2 DEPOK
Sinopsis Cerita :
SUNGAI GAJAH WONG
Dahulu kala berdirilah suatu keraajan bernama kerajaan mataram. Kerajaan itu dipimpn
oleh seorang sulan yang bernama sultan agung. Ia terkenal dengan kedermawanan nya sehingga
ia mendapatkan hadiah berupa gajah dari penguasa negeri siam, yang bernama Kyai Dwipangga.
Gajah itu tidak dirawat oleh sultan agung secara langsung, namun dilimpahkanlah tugas tersebut
kepada salah satu abdi dalem nya yakni Ki Sapa Wira. Ki Sapa Wira yang menjadi abdi dalem
terdekat sultan agung menyanggupi tugas yang diberikan kepadanya. Sultan agung pun
menyerahkan gajah itu ke Ki Sapa Wira dengan menyampaikan beberapa pesan yang diantaranya
tidak boleh memandikan Kyai Dwipangga di hulu sungai.
Hari hari silih berganti Ki Sapa Wira telah melaksanakan tugas dari sultan yakni merawat
dan memandikan Kyai Dwipangga. Namun, Ki Sapa Wira mendapatkan musibah ketika
memandikan Kyai Dwipangga. Tangannya terkilir dan membuat Ki Sapa Wira menjerit
kesakitan. Menghadapi musibah tersebut Ki Sapa Wira terpaksa kembali ke kerajaan untuk
melaporkan kejadian tersebut kepada Sultan. Kemudian ia berjalan menuju ke kerajaan dengan
menahan rasa sakit ditangannya. Ditengah perjalanan ia bertemu adiknya yakni Ki Kerti. Ki Sapa
Wira menyampaikan semua kejadian dan mengutarakan bahwa ia ingin kembali ke kerajaan.
Namun Ki Sapa Wira terbesit sebuah ide untuk menyuruh Ki Kerti untuk menggantikannya
merawat dan memandikan Kyai Dwipangga. Awalnya Ki Kerti menolak, namun setelah dibujuk
Ki Kerti pun menyetujuinya dengan tetap memerhatikan pesan dari sultan yang Ki Sapa
beritahukan padanya.
Keesokan harinya Ki Kerti pun memandikan Kyai Dwipangga disungai, namun keadaan
sungai tidak seperti biasanya. Air dari sungai tersebut tidak mampu merendam badan dari Kyai
Dwipangga. Kemudian ia terbesit sebuah ide untuk memandikan Kyai Dwipangga di hulu
sungai. Awalnya ia ragu ragu, namun karena terdesak keadaan ia pun pergi ke hulu untuk
memandikan Kyai Dwipangga. Setelah sampai di hulu sungai ia kecewa karena keadaan di hulu
sama seperti keadaan di hilir. Sehingga ia mengumpat dengan penuh amarah. Seketika petir dan
halilintar menyambar disertai ombak besar yang tiba tiba datang menerjang. Ki Kerti dan Kyai
Dwipangga tak kuasa melawan terjangan ombak mereka hanyut terseret gulungan ombak menuju
laut selatan.