Page 75 - 20201219 - Tempo - Korupsi Bansos Kubu Banteng
P. 75

12/20/2020     Nasib Penduduk di Sekitar Bandara lnternasional Yogyakarta, Kehilangan Lahan dan Pekerjaan - Laporan Khusus - majalah.temp ...
                     bersiap meratak:an rumahnya. Tangan dan kaki tetangganya itu kemudian diikat
                     oleh petugas. "Seperti kambing mau disembelih," ucap Muhdi. Banyak penduduk,
                     kata dia, menangis saat digusur. Muhdi sendiri tak kehilangan rumah, tapi lahan

                     seluas 3.000 meter persegi miliknya tergusur.


                     Sebagian penduduk akhimya menerima direlokasi ke tempat lain dan mengambil
                     ganti rugi. Namun sebagian lagi ngotot tak menyerahkan lahan mereka. Pada
                     Januari 2018, Ombudsman Republik Indonesia Provinsi DI Yogyakarta meminta

                     kegiatan pengosongan dan pembongkaran lahan dihentikan. Komisi Nasional Hak
                     Asasi Manusia pun berkali-kali mendatangi lokasi itu. Anggota Komnas HAM,
                     Choirul Anam, mengatak:an ada berbagai persoalan kemanusiaan dalam

                     penggusuran. Dia mencontohkan, meski pembangunan belum dimulai, lahan
                     milik penduduk sudah dimasuki alat berat. Anam juga menyinggung soal aliran

                     listrik dan air yang dimatikan.

                     Koordinator Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulon Progo, Sofyan,

                     bercerita, penduduk yang bertahan mencoba menanami kembali lahannya. Namun
                     ekskavator kembali menggilas lahan tersebut. Berkali-kali mencoba, akhimya
                     mereka menyerah karena kehabisan duit untuk membeli bibit dan pupuk. Setelah

                     lahan kosong, giliran rumah yang dihancurkan. Sebagian penduduk, termasuk
                     Tuginah, mendirikan tenda di luar pagar bandara. Menyambung hidup, dia
                     menjual potongan kayu dari pepohonan yang terlibas buldoser.


                     Menurut Sofyan, ada 18 orang yang bertahan di Masjid Al-Hidayah di Desa

                     Palihan, yang berada di kawasan bandara. Setiap hari mereka bergumul dengan
                     polusi udara dan suara akibat aktivitas alat berat. Anak-anak yang bersekolah pun
                     harus melintasi pagar yang dijaga petugas. "Kadang kami harus bersitegang

                     dengan mereka," tutur Sofyan. Pada 12 Desember 2018, masjid itu akhimya
                     diruntuhkan. Bertahan lebih dari enam bulan, Sofyan dan keluarganya pindah ke
                     rumah saudaranya, 10 kilometer dari kawasan bandara.


                     Kehidupan masyarakat yang menerima relokasi dan ganti rugi tak sepenuhnya

                     membaik. Kepala Dukuh Kragon II, Wiharto, 55 tahun, yang tinggal di rumah
                     relokasi Palihan, mengatakan duit ganti rugi habis terpakai untuk membangun
                     rumah atau membeli mobil yang akan digunakan sebagai taksi online. Namun
                     pekerjaan sebagai pengemudi taksi online juga tak menghasilkan duit yang cukup.

                     Akibatnya, kata Wiharto, sebagian anak dari keluarga yang terkena dampak: tak
                     lagi melanjutkan sekolah.


                     Menurut Wiharto, mereka yang direlokasi sebenamya berharap bisa mendapat

                     pekerjaan di bandara seperti yang dijanjikan. Tapi mereka terganjal batasan usia.
                     "Kami minta toleransi umur pun tak: diberi. Tak ada penduduk terkena dampak
                     yang jadi karyawan, paling satpam kontrak," ujamya.


      read ://https _ majalah. tempo.co/?url=https%3A %2F%2Fmajalah. tempo.co%2Fread%2Flaporan-khusus%2F162148%2Fnasib-penduduk-di-sekitar...  3/4
   70   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80