Page 38 - BUKU NATIONAL INTEREST DAN AGENDA PEMBANGUNAN EDISI KE-2
P. 38
KEPENTING AN NASIONAL D AN A GEND A PEMBANGUNAN
Menurut data Potret Pendidikan 2020 yang dipublikasi oleh Badan Pusat
Statistik (BPS), masih banyak penduduk usia pendidikan 7-24 tahun yang
putus pendidikan. Meski program Wajib Belajar 12 tahun sudah dimulai
sejak 2016, persentase partisipasi sekolah masih tergolong belum memadai.
Berbagai data yang ada menggambarkan, pendidikan belum bisa menggapai
seluruh lapisan masyarakat dan akan berdampak pada akses terhadap
kegiatan produktif.
Persoalannya tidak hanya sebatas ketersediaan infrastruktur, ketimpangan
pendidikan juga sangat dipengaruhi ketimpangan pendapatan atau tingkat
kesejahteraan. Keberhasilan upaya memperbaiki kualitas pendidikan tidak
hanya bisa disandarkan pada langkah memperbaiki infrastruktur--baik fisik
maupun non-fisik--tapi juga harus diikuti perbaikan kehidupan ekonomi
masyarakat.
“Meluaskan dan memperbaiki akses pendidikan bagi penduduk yang
kurang mampu adalah persoalan besar yang perlu segera diselesaikan.
Redistribusi kekayaan non-fisik inilah yang masih menjadi salah satu
pertanyaan mendasar dalam proses pembangunan kita,” kata Rachmat
Gobel.
Tingkat Kemiskinan dan Struktur Usaha
Sangat perlu disadari, konsekuensi dari keadaan kesejahteraan yang
buruk menimbulkan ancaman bagi pembangunan manusia, peningkatan
produktivitas, stabilitas sosial dan politik. Pada akhirnya, hal ini berdampak
pada proses pembangunan secara keseluruhan. Data menunjukkan, baik
dari sisi jumlah maupun persentase, angka kemiskinan masih tergolong
tinggi.
Menurut data Profil Kemiskinan 2021 yang dipublikasi BPS, persentase
penduduk miskin per Maret 2021 masih sekitar 10,14% atau sekitar 27,5
juta orang. Artinya, 1 dari 10 dari orang Indonesia tergolong miskin. Angka
ini didasarkan pada garis kemiskinan yaitu pengeluaran per kapita Rp
458.947. Bahkan, dari 27,5 juta orang penduduk miskin itu, 10,9 juta orang
diantaranya tergolong miskin ekstrim dengan pengeluaran per kapita
berdasarkan konsep purchasing power parity (PPP) hanya setara dengan Rp
12.000 per hari.
Angka-angka itu juga menggambarkan masih besarnya ketimpangan
kesejahteraan di tengah masyarakat. Kondisi ini semakin terasa jika
dilihat dari penguasaan kekayaan. Sebagai gambaran, berdasarkan survei
Credit Suisse International beberapa waktu lalu, 10% penduduk terkaya di
20