Page 49 - MAJALAH 115
P. 49
Juni, tujuh puluh satu Begitupun, saat Dina memilih Bersama teman-temannya ia
tahun yang lalu, dapat untuk menempuh jalur pendidikan kerap berdemo dan melancarkan
di
14 pastikan menjadi hari yang berbeda dari keinginan sang aksi. Bahkan ketika ia dan teman-
yang sangat membahagiakan bagi ayah yang notabene merupakan temannya berdemo di Istana, mere-
pasangan Mr. Andi Zainal Abidin ahli hukum ternama sekaligus seb- ka sempat ditembaki. Syukurnya
dan Ratu Nung Suryani. Pasalnya, di agai pendiri LBH (Lembaga Bantuan Dina langsung tengkurap. Namun
hari itulah putri pertama keduanya Hukum). Kedua orangtua Dina pun malang bagi teman Dina, Arif Rah-
hadir ke muka bumi ini. Dinajani, mengamini keinginan Dina yang man Hakim yang tak sempat teng-
begitulah keduanya menamai putri ingin menjadi seorang dokter. Bagi- kurang atau tiarap. Ia menjadi kor-
sulungnya itu. Terlahir di tengah- nya dokter merupakan profesi yang ban penembakan di Istana Negara
tengah keluarga yang serba berke- sangat mulia. ketika itu.
cukupan menjadi sebuah “berkah”
tersendiri bagi Dina. Segala fasilitas
permainan telah tersedia di rumah.
Namun kedua orangtua Dina tidak
lantas memanjakan Dina dengan
terus membiarkannya bermain.
Keduanya malah lebih menekankan
pendidikan Dina.
Tak ayal setiap kali pulang seko-
lah dasar (SD) sang Mama selalu
menanyakannya, pelajaran apa
yang tadi didapat di sekolah. Seu-
sai Dina makan dan tidur siang atau
menjelang sore harinya sang Mama
kembali memeriksa pelajaran Dina
di sekolah, sambil mengajarinya
mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR)
yang ditugaskan sang guru. Hal itu
terus dilakukan sang Mama yang
merupakan seorang guru TK itu
hingga Dina duduk di bangku seko-
lah menengah atas.
“Ibu saya seorang guru TK, jadi se-
tiap belajar di rumah selalu ditung- “Alhamdulillah, saat ujian ke- Tidak hanya melancarkan aksi
gui dan diajarkan. Makanya sampai dokteran saya diterima, dan dapat demo, Dina pun tak segan-segan tu-
sekarang saya yakin,kalau anak guru beasiswa dari pemerintah sehingga run langsung ke masyarakat dalam
pasti pinter-pinter,” tawa Dina. Mama dan Papa tidak perlu menge- bentuk Bhakti Sosial ke Kampung-
luarkan uang untuk sekolah saya. kampung. Dina pun membiasakan
Beranjak dewasa, hal yang lebih Karena orangtua saya kan selain hidup sederhana sebagaimana ke-
membuatnya merasa beruntung punya tiga anak kandung kan juga banyakan teman-teman lainnya.
lahir di tengah keluarganya saat itu punya beberapa anak angkat, jadi Hal itu terlihat dengan kebiasaan
adalah kebiasaan kedua orangtu- pastinya banyak membutuhkan Dina yang memilih untuk menga-
anya yang selalu menerapkan dan biaya,”kisah Dina. yuh sepeda saat kuliah. Kebetulan
menumbuhkan nilai-nilai demokrasi rumah Dina di Jalan Surabaya Men-
dimana pun, termasuk di rumah. Se- Aktivis Kampus teng dengan fakultas kedokteran
but saja ketika SMA, Dina yang tom- UI di Salemba berjarak tidak terlalu
boy memilih untuk mengikuti pela- Tahun 1962 Dina resmi menjadi jauh. Padahal ketika itu ia memiliki
tihan militer (seperti wajib militer). mahasiswa Fakultas Kedokteran segala fasilitas yang lebih modern
Tidak hanya kemampuan fisik yang Universitas Indonesia. Di bangku dari kedua orangtuanya, seperti mo-
diajarkan, di pelatihan militer ia kuliah Dina bak menemukan tem- tor vespa dan mobil.
diajarkan untuk memasang dan me- pat untuk menyalurkan jiwa organ-
lepas senjata. Padahal meski kondisi isatornya. Ia pun bergabung dalam “Orangtua sudah harus ikhlas
Negara ketika itu tidak kondusif, na- KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa ka au anaknya berdemo. Untuk
l
mun bagi seorang wanita hal terse- Indonesia). Situasi Negara saat itu kegiatan sosial lainnya, Mama jus-
but sejatinya tidak wajibkan. membuat Dina tak kuasa berdiam tru mendukung. Kata mama, kalau
diri. kamu bisa berbuat sesuatu, lakukan.
PARLEMENTARIA EDISI 115 TH. XLIV, 2014 49