Page 62 - MAJALAH 90
P. 62
Rakyat yang sadar harga dan nilai pa-
jak, mereka berhak menuntut pelaya-
nan yang lebih baik, polisi yang lebih
sopan dan seterusnya.”
Tawaran Berpartai
Ratna Sarumpaet memang ti-
dak muda lagi, sudah kepala ‘enam’.
Tapi kalau dalam semangat berkarya,
bicara atas nama kemanusiaan ti-
dak surut sedikitpun. Dalam bagian
wawancara ia menceritakan beberapa
bagian dari rumahnya yang pernah
dipenuhi aktivis yang bersatu tekad
ingin meruntuhkan orde baru. Parle
kemudian tertarik menanyakan tidak-
kah ia mencoba peruntungan menjadi
politisi di Senayan, seperti yang juga
dilakukan tokoh reformasi lain.
“Saya tu hampir setiap kali pergan-
tian pemilu, terutama sejak reformasi
pasti ada partai yang datangin mau
dijadikan calon jadilah atau apa. Tapi
aku merasa gak akan mungkin bisa
duduk dengan raja tega, kemudian
terjebak korupsi. Kalau seperti seka-
rang jangankan seminggu mungkin
tiga hari gua udah WO. Enggak-lah,
aku gak mau anak-anak engak bang-
ga sama aku, ketika aku meninggal-
kan muka bumi ini,” paparnya. Ratna
Sarumpaet tercatat sebagai salah
seorang pembedah lahirnya partai
era reformasi PAN, tapi hanya sampai
disitu. Ia menolak terjun lebih jauh.
‘Kedekatannya’ dengan bebe-
rapa petinggi partai yang kemudian
menjadi pejabat publik hanyak di-
gunakannya sebatas berkirim surat,
meneruskan suara rakyat. Ada yang
menanggapi tapi lebih banyak yang
melewati. Sebagai pegiat teater, se-
tiap pergantian menteri pendidikan giatan ekstrakurikuler dengan teater. ku Gelora Cintaku’ sedang disadur
ia selalu menulis surat mengigatkan Berkesenian, teater punya fungsi menjadi naskah film layar lebar. Ada
pentingnya memperkenalkan seni merangsang sisi lembut dari manusia, cinta dua anak manusia dengan latar
teater bagi siswa di sekolah-sekolah. ini yang terlewatkan,” tegasnya. belakang kerusuhan di negeri Ambon
“Saya hanya minta dalam ekstrakuri- Bagi Ratna sisi optimis negeri yang Manise ini. Riset lapangan selalu dila-
kuler ada satu angkatan bikin pentas dicintainya ini semakin sempit. “Aku kukannya setiap menyelesaikan satu
di akhir kelas. Jadi budaya menon- muslim, agamaku mengajarkan tidak tulisan dan ia terkaget-kaget ketika
ton teater harus dari kecil. Sekarang kita boleh berputus asa. Bright sight- memperoleh input dari beberapa
ngomong teater dengan mahasiswa nya kita masih bisa berdoa.” Ia me- pihak kerusuhan itu sebagian juga
belum tentu tahu. Bahkan ada SMA ngaku akan terus menulis, ber-teater, ‘digerakkan’. “Sudah 70 persen, po-
di Kebayoran Baru anak-anaknya di- menyutradarai film dan terus berkarya. koknya tunggu saja di layar lebar,”
anggap penjahat karena mengisi ke- Saat ini novel yang ditulisnya ‘Malu- ujarnya mengakhiri wawancara. (iky)
| PARLEMENTARIA | Edisi 90 TH. XLII, 2012 |