Page 21 - MAJALAH 227
P. 21
LEGISL ASI
kebijakan dan stakeholder agar
mampu menghadapi berbagai
tantangan yang di dalamnya
mencakup unsur pemerintah, media,
akademisi, pebisnis/praktisi, hingga
komunitas.
Senada, Wakil Ketua Komisi
X DPR Dede Yusuf Macan Effendi
menyampaikan, setiap isu pariwisata
dan rencana pengaturannya perlu
didasari referensi akademik dari
lembaga-lembaga kepariwisataan
internasional, satu di antaranya terkait
penentuan lima pilar pariwisata. Ia juga
mendorong pembagian peran dan
tugas yang tegas antara pemerintah
pusat, pemerintah daerah, dan badan FOTO: DEP/NR
otorita terkait pembangunan akses
dan infrastruktur destinasi, perizinan Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan Effendi.
usaha dan retribusi, penguatan
teknologi informasi, dan mitigasi penyelamatan di wisata alam dengan menjadi penting agar perlindungan
kebencanaan alam berbasis teknologi. membentuk tim penyelamatan dan dan pemberdayaan potensi wisata,
“Pada revisi UU ini, kita dorong fasilitas pertama kesehatan. Hal ini sekaligus kesejahteraan masyarakat
melalui desain besar pariwisata menjadi krusial agar kecelakaan bisa berjalan selaras.
nasional. Harap dipikirkan kembali, di destinasi wisata tidak terulang, “Nilai (inklusif) ini yang kita perlu
jangan sampai UU ini hanya sehingga setiap orang bisa masukkan ke dalam UU. Saya kira
menghasilkan business as usual. merasakan rasa aman. penting. Contoh kasus yang terjadi
Kalau perlu, kita bikin omnibus UU di Mandalika atau di Labuan Bajo,
Kepariwisataan. Di dalamnya nanti ada Ciptakan Wisata Inklusif misalnya, ini kan tempat-tempat
badan otorita, KEK, masuk semua di Anggota Komisi X DPR RI wisata baru yang justru kelihatannya
situ,” usulnya. Andreas Hugo Pareira menekankan malah eksklusif. Ada nomenklatur
Menambahkan, politisi Fraksi agar nilai inklusif di destinasi wisata destinasi super prioritas yang
Demokrat itu menekankan perlu menjadi muatan materi dalam RUU megah, mewah, tapi dikelilingi oleh
kajian lebih lanjut terkait skema Kepariwisataan. Baginya, nilai ini kemiskinan. Ini yang saya kira perlu
belajar dari Bali agar inklusivitas itu
terjadi,” ujar Andreas.
Di sisi lain, ia juga menilai
Pemerintah Indonesia perlu
mengaitkan nilai inklusif dengan
sumber daya manusia (SDM). “Negara
bikin hotel mewah, tapi (mereka
katakan) kami dapat apa. Negara
suruh mereka terlibat tapi mereka
dapat apa. Nah, kekhawatiran ini yang
harus kita pikirkan sehingga perlu
kita masukkan ke dalam UU ini soal
pentingnya pembangunan SDM.
Apakah SDM ini perlu kita masukkan
di dalam proses pendidikan formal
atau melalui internalisasi di lapangan.
Model inklusivitasnya seperti apa,”
FOTO: DEP/NR jelas politisi Fraksi PDI Perjuangan.
Anggota Komisi X DPR RI Andreas Hugo Pareira. ts/mh
TH. 2023 EDISI 227 PARLEMENTARIA 21