Page 73 - Sosiologi-BS-KLS-XI
P. 73
Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga
retaknya hubungan antarumat beragama merupakan masalah yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini. Oleh karena itu, program
pengarusutamaan moderasi beragama dinilai penting dan menemukan
momentumnya. Bentuk ekstremisme dapat dibedakan dalam dua kutub
yang saling berlawanan. Kutub pertama, kutub kanan yang sangat kaku
dan cenderung memahami ajaran agama dengan membuang penggunaan
akal. Kutub kedua, sangat longgar dan bebas dalam memahami sumber
ajaran agama. Kebebasan tersebut tampak pada penggunaan akal yang
berlebihan. Akibatnya, mereka menempatkan akal sebagai tolok ukur
utama kebenaran sebuah ajaran.
Menjadi moderat bukan berarti menjadi lemah dalam beragama.
Menjadi moderat bukan berarti cenderung terbuka dan mengarah pada
kebebasan. Seseorang yang bersikap moderat dalam beragama berarti
tidak memiliki militansi, tidak serius, atau tidak sungguh-sungguh dalam
mengamalkan ajaran agamanya adalah pandangan keliru. Moderasi
beragama merupakan sebuah jalan tengah dalam keberagaman agama di
Indonesia. Moderasi beragama menjadi warisan budaya Nusantara yang
berjalan seiring, tidak saling menegasikan antara agama dan kearifan
lokal (local wisdom).
Sumber: https://kemenag.go.id/read/pentingnya-moderasi-beragama-dolej, diakses pada 06/11/21, pukul 12.57
Bentuklah kelompok diskusi yang terdiri atas 3-4 peserta didik sesuai
komposisi peserta didik di kelas. Selanjutnya, jawablah pertanyaan berikut!
1. Setujukah kalian bahwa moderasi beragama dapat menangkal
alasannya!
2. Mengapa seseorang bisa berpikir ekstrem pada kutub kanan ataupun
kutub kiri?
3. Berikan rekomendasi contoh-contoh sikap yang dapat menumbuhkan
moderasi beragama!
Kalian dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan melakukan
buku-bu
Berikan data-data yang mendukung setiap argumentasi kalian.
Selanjutnya, kemukakan hasil diskusi kalian secara santun di kelas!
Bab 2|Permasalahan Sosial Akibat Pengelompokan Sosial 59