Page 29 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 29

Arie Sukanti Hutagalung: Perihal Jaminan Perlindungan dan Kepastian Hukum ...     21


             sebagai  UNDANG-UNDANG  POKOK  AGRARIA  dan  dalam  makalah  ini  selanjutnya  akan
             disingkat UUPA.
                  Namun kiranya pembahasan pada perspektif UUPA akan lebih  difokuskan  pada satu
             masalah  besar  dan  mendasar  dari  perspektif  hukum,  yaitu  mengenai  perspektif

             ”PERLINDUNGAN  DAN  KEPASTIAN  HUKUM”.  Adapun  pembahasannya  akan  bertitik
             pangkal pada ketentuan Pasal 19 UUPA.
                  Publik sudah amat sering mempermasalahkan bahwa upaya mencapai tujuan kepastian

             hukum dari dilakukannya pendaftaran tanah dimaksud, karena sekalipun telah ada tanda
             bukti kepemilikan masih saja muncul orang-orang yang tidak ada hubungan hukum dengan
             tanah  baik  secara  formal  maupun    materiel  akhirnya  menguasai  tanah  tersebut.  Padahal
             dalam keadaan seperti ini telah harus dianut asas Nemo Plus Juris,  di mana seharusnya “tiada

             seorang pun yang dapat menyerahkan hak lebih daripada jumlah hak yang ada padanya”.
             Sebaliknya, kerap kali pula terjadi orang yang memang benar memiliki tanah secara materiel
             tetapi  karena  bukti  hak  dimiliki  tidak  dicatat  akhirnya  harus  rela  digugat  di  pengadilan
             karena  tidak  dilaksanakannya  administrasi  pertanahan  dengan  baik  (formalnya  tidak

             dilakukan). Sebab menurut salah satu tujuan dilakukannya pendaftaran tanah adalah untuk
             memperoleh kepastian hukum. Namun setelah ada sertipikat malah si pemilik masih sering
             digugat di pengadilan atas kepemilikan tersebut bahkan kalah.

                  Dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum hak atas
             tanah rakyat secara adil dan merata, serta mendorong pertumbuhan ekonomi negara pada
             umumnya  dan  ekonomi  rakyat  khususnya,  pemerintahan  Jokowi  menargetkan  capaian
             pendaftaran tanah sebanyak 5 juta bidang di tahun 2017, 7 juta bidang di tahun 2018 dan 9

             juta bidang di tahun 2019.

             II. Pendaftaran Tanah dan Implikasinya (Kelebihan dan Kelemahan Sistem)
             A. Sejarah Penguasaan/Pemilikkan Tanah dan Pendaftaran Tanah di Indonesia

                  Pelaksanaan  pendaftaran tanah di negeri ini masih baru atau bahkan boleh disebutkan
             tidak  tumbuh  bersama  adanya  hak  milik  masyarakat.  Dalam  catatan  sejarah  pendaftaran
             tanah sebagai Recht Kadaster dengan sistem pendaftaran akta di Indonesia dikenal sejak ada

             Overschrijvings  Ordonantie  (Ordonansi  Balik  Nama)  mulai  diperkenalkan  sejak  tanggal  2
             April 1834 (Stb 1834 No. 27) dengan ketentuan inilah pendaftaran tanah dengan balik nama
             mulai  diaktifkan.  Itu  pun  hanyaerlaku  atas  beralihnya  tanah  yang  tunduk  pada  hukum
             perdata  Belanda  dengan  model  cadaster  landmeter  kennis.  Namun  ke  depan  pendaftaran

             tanah sudah harus merupakan aksi yang penting dalam mengadministrasi tanah, demi untuk
             mengamankan hak-hak seseorang atas tanah dan demi terwujudnya penatagunaan tanah
             serta administrasi yang akurat dan terjamin. Sekalipun di beberapa daerah, hukum masya-

             rakat adat seperti Kesultanan Siak dan Kesultanan Yogyakarta sudah pernah memperkenal-
             kan pencatatan tanah namun jika ini dianggap sebagai pendaftaran tanah, hanya sekedar
   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34