Page 31 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 31
Arie Sukanti Hutagalung: Perihal Jaminan Perlindungan dan Kepastian Hukum ... 23
2) Menjalankan usaha untuk menyempurnakan kedudukan dan kepastian hak tanah
bagi rakyat.
Susunan Kementerian Agraria terdiri atas Pusat Kementerian, Jawatan Agraria dan
Jawatan Pendaftaran Tanah. Masing-masing jawatan dipimpin oleh Kepala Jawatan yang
bertanggung jawab kepada Menteri dan wajib memberitahukan segala sesuatu kepada
Sekretaris Jenderal.
Kemudian Kementerian Agraria kewenangannya dipertegas dengan Kepres Nomor 190
Tahun 1957 Tanggal 12 Desember 1957 untuk menjalankan segala usaha menyempurnakan
kedudukan dan kepastian hak atas tanah melalui pendaftaran tanah yang meliputi kegiatan:
1) Pengukuran, perpetaan dan pembukuan semua tanah dalam wilayah Republik
Indonesia (tentunya termasuk wilayah kehutanan).
2) Pembukuan hak-hak atas tanah serta pencatatan pemindahan hak-hak tersebut.
Untuk hal tersebut di atas berdasarkan Kepres Nomor 190 Tahun 1957 tersebut Jawatan
Pendaftaran Tanah dialihkan dari Departemen Kehakiman ke Kementerian Agraria
sedangkan tugas dan wewenang Jawatan Agraria beralih dari Menteri Dalam Negeri ke
Kementerian Agraria berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1958.
Masa Kadaster Modern (1961-sekarang): masa ini ditandai dengan pemanfaatan teknologi
komputer. Hampir semua kegiatan dalam pengukuran, pemetaan, dan pendaftaran tanah
yang melibatkan kegiatan pengumpulan, pengolahan, dan manajemen data menggunakan
teknologi komputer. Masa ini kemudian dikenal pula sebagai Era Informasi Pertanahan atau
Era Informasi Kadaster.
Adanya fakta sejarah kadaster di Indonesia tersebut menjadi relevan dengan
permasalahan yang terjadi saat sekarang. Hal itu terjadi karena adanya relevansi antara dua
sistem kadaster, yaitu Fiskal Kadaster dan Legal Kadaster. Namun sebelum menjelaskan
perngertian kedua istilah tersebut perlu dijelaskan istilah kadaster. Berdasarkan etimologi,
Cadastre dalam bahasa Italinya “catastro”,berasal dari bahasa Yunani “katastikhon” ; atau
5
“capitastrum”, Bahasa Latin (daftar yang berisi data mengenai tanah) . Di Inggris disebutkan
dengan istilah “capitation” artinya pajak atau fee yang dibayar menurut jumlah kepala.
Menurut berbagai literatur, hampir di seluruh dunia terlihat adanya fakta bahwa
penyelenggaraan pendaftaran tanah (kadaster) yang dibangun berdasarkan data-data fiskal
kadaster untuk menciptakan legal kadaster yang secara umum ditujukan untuk memberikan
perlindungan dan kepastian hukum. Jadi secara singkat akan dapat ditetapkan bahwa legal
kadaster yang baik hanya dapat dicapai dengan adanya data fiskal kadaster yang baik pula.
Fakta dari sejarah perpajakan (fiskal kadaster) di Indonesia yang juga diwarnai dengan
pluralisme-dualisme hukum tanah yang pernah terjadi ikut menambah kompleksitas
sengketa-sengketa tanah yang terjadi. Penerapan fiskal kadaster tidak diterapkan secara
5 Boedi Harsono, ”Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukkan Undang-Undang Pokok Agraria. Isi
dan Pelaksanaanya”. Jakarta: Penerbit Djambatan. edisi revisi. 2003, hal.74.