Page 30 - Prosiding Seminar Nasional: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya. Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum Agraria
P. 30

22    Prosiding Seminar: Problematika Pertanahan dan Strategi Penyelesaiannya



             pencatatan dalam memudahkan pengambilan pajaknya (landrente) sebagai kewajiban desa
                                                                    3
             sebagaimana dikenal dengan model hoemraden kennis .
                  Ada  yang  membagi  sistem  pemilikan  tanah  di  Indonesia  empat  tahapan  dari  sistem
             administrasinya hingga awal abad ke -17:

                  Pertama, Sistem administrasi untuk tanah komunal (milik bersama) khususnya di desa-
             desa sangat tergantung kepada ingatan kepala desa setempat. Teknik kadaster seperti peta
             dan dokumen belum dikenal.

                  Kedua,  Untuk  tanah  milik  adat,  khususnya  di  daerah  perkotaan  dan  produktif  telah
             mengenal sistem pajak tanah sejak awal abad ke sembilanbelas, yaitu tahun 1811. Sebagai
             konsekuensi  nya,  maka  sistem  pengukuran  kadaster  juga  telah  mulai  dikenal,  meskipun
             belum cukup akurat untuk kadaster hukum. Hal ini karena umumnya pengukuran tanah

             untuk keperluan pajak tidak teliti sebagaimana yang dipersyaratkan untuk kepastian hak.
             Dalam hal ini jaminan kepastian bergantung kepada kesaksian dan bukan dokumen resmi
             kadaster. Dalam periode ini administrasi pertanahan belum dapat menjamin kepastian hak.
                  Ketiga,  Sistem  administrasi  pertanahan  kolonial  yang  lain  adalah  yang  dikelola  oleh

             Dinas Pekerjaan Umum, namun demikian hanya merupakan himpunan data fisik tanpa ada
             dokumentasi hak atas tanahnya.
                  Keempat, Konsep kadaster hukum mulai dikenal sejak tahun 1620. Sistem ini mengelola

             dokumen administrasi dan pendaftaran atas tanah-tanah milik berdasarkan hukum Belanda.
             Di sini tanah-tanah telah diukur dan didaftar sebagaimana mestinya.
                                                                                                      4
                  Sedangkan khusus sejarah kadaster ada yang memberikan kronologi sebagai berikut :
                  Masa Pra Kadaster (1626-1837):Pada masa ini hanya dokumen yang tercatat dalam buku

             pendaftaran dan belum didukung dengan peta kadaster.
                  Masa Kadaster Lama (1837-1875): Pada masa ini pengukuran kadaster dilaksanakan oleh
             juru ukur berlisensi.
                  Masa  Kadaster  Baru  (1875-1961):  Pelaksanaan  pendaftaran  tanah  di  sini  dimaksudkan

             untuk menjamin kepastian hak. Pengukuran kadaster yang teliti telah mulai dilaksanakan
             dan diikuti dengan pembukuan hak yang telah dilaksanakan dengan tertib. Pada Tahun 1955
             berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 55 Tahun 1955 Presiden Republik Indonesia

             membentuk Kementerian Agraria yang sederajat dengan kementerian lain dan dipimpin oleh
             Menteri Agraria. Lapangan pekerjaan Kementerian Agraria dimaksud adalah:
                  Mempersiapkan pembentukkan perundang-undangan agraria nasional.
                  1)  Melaksanakan dan mengawasi perundang-undangan agrarian pada umumnya serta

                     memberi pimpinan dan petunjuk tentang pelaksanaan itu pada khususnya.


                3  Muhammad Yamin “PROBLEMATIKA MEWUJUDKAN JAMINAN KEPASTIAN HUKUM ATAS TANAH
             DALAMPENDAFTARAN  TANAH”,  Pidato  Pengukuhan  Jabatan  Guru  Besar  Tetap  dalam  Bidang  Ilmu
             Hukum Agraria pada Fakultas Hukum, diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara
             Medan, 2 September 2006.
                4  Diolah dari berbagai sumber.
   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35