Page 178 - Keadilan Agraria dan Penataan Ruang
P. 178
dipindahkan. Lebih lanjut data dari Konsorsium Pembaruan Agraria
(2023, hal. 8) diketahui bahwa sepanjang tahun 2023 sendiri tercatat
sedikitnya terdapat 241 letusan konflik agraria (mengalami kenaikan
12 persen dibanding tahun 2022) yang mempresentasikan kenaikan
laju letusan konflik disertai praktik kekerasan dan kriminalisasi
terhadap masyarakat. 241 letusan konflik agraria tersebut diketahui
memberikan dampak terhadap area seluas 638,2 ribu hektare dan
135,6 ribu Kepala Keluarga (Ahdiat, 2024).
Jumlah Kasus
659
472 450
369 410
252 279 241 207 212 241
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023
Gambar 1. Jumlah Kasus Sengketa Agraria, 2014-2023
(Sumber: Ahdiat, 2024)
Tingginya jumlah kasus sengketa agraria di Indonesia tersebut
umumnya dikaitkan dengan persetujuan pemilikan tanah, peralihan
hak, dan penguasaan tanah milik pribadi sebelumnya. Berdasarkan
hasil penelitian (Sukmawati, 2022, hal. 91), diketahui bahwa terdapat
sejumlah faktor-faktor dominan yang menjadi penyebab terjadinya
sengketa agraria, seperti peraturan (regulasi) yang tidak sempurna,
inkonsistensi peraturan, dan buruknya respon dari otoritas
pertanahan terhadap integritas dan kuantitas tanah yang ada. Selain
itu, diketahui pula bahwa data yang tidak akurat (tidak lengkap),
sumber daya terbatas, transaksi tanah tidak jelas, dan perbandingan
dengan otoritas lain turut meningkatkan peluang terjadinya sengketa
agraria. Penelitian dari Amaliyah dkk (2021, hal. 35) juga menyebut
bahwa pemicu sengketa agraria adalah pembagian harta warisan dan/
AGRIS (Agraria Sistem): Platform Pencegahan Sengketa Agraria 163
Eka Suci Rohmadani