Page 75 - Dari Dirjen Agraria Menuju Kementerian Agraria: Perjalanan Sejarah Kelembagaan Agraria 1948-1965
P. 75

10.  R. Hermanses, S.H. (1964-1966): Menteri Urusan Agraria, Kabinet
                 Dwikora Sukarno.
            11.   R. Hermanses SH., (April-Desember 1966): Deputi Menteri
                 Kepala Departemen Agraria (Dirjen Agraria-Depdagri)

                 Dalam konteks organisasi, menurut Boedi Harsono, strukutur
            organisasi Kementerian Agraria pada tahun 1955-1965 disusun secara
            vertikal, begitu juga dengan Jawatan Pendaftaran tanah juga secara
            vertikal.  Penjelasan ini menarik karena kelembagaan agraria digagas
                    86
            secara vertikal sejak awal berdirinya, begitu juga pendaftaran tanah
            harus dikelola secara vertikal untuk menghindarkan penyelenggaraan
            pendaftaran secara berbeda-beda di tiap daerah. Tentu berbeda dengan
            kelembagaan agraria saat ini ketika muncul UU No. 32 tahun 2004
            jo No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang tidak secara
            absolut mengatur persoalan pertanahan menjadi bagian kewenangan
            pemerintah pusat.  Akibat konsekuensi dari UU tersebut, apalagi
                               87
            perubahan kelembagaan menjadi kementerian bisa berakibat
            dilimpahkannya kewenangan pertanahan ke daerah.
                 Peristiwa 30 September 1965 telah merubah banyak hal dalam
            penataan persoalan agraria. Setidaknya gagasan tentang beberapa

            hal terkait langsung dengan persoalan tanah yang belum dijalankan
            menjadi semakin sulit dilaksanakan. Dari semua gagasan besar UUPA,
            Landreform adalah salah satu yang terdampak langsung atas peristiwa
            tersebut, apalagi isu tentang komunis di balik program Landreform.
            Sementara dibidang kelembagaan juga mengalami perubahan yang
            cukup signifikan akibat perubahan sistem politik nasional. Persoalan




                 86 Boedi Harsono, “Memperkenalkan…Op.Cit., hlm. 46-47.
                 87 Pasal 10 UU 23/2014 hanya memasukkan 6 persoalan yang secara absolut menjadi
            kewenangan pemerintah pusat, yakni: Politik Luar Negeri, Pertahanan, Keamanan, Yustisi,
            Monoter dan Fiskal Nasional, dan Agama. Sementara persoalan pertanahan tidak masuk
            dalam kewenangan pusat sehingga pembentukan Kementerian Agraria (2014) berkonsekuensi
            menyerahkan kewenangan pertanahan ke daerah, kecuali dengan tetap mempertahan
            kelembagaan seperti saat ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
            Kata badan (BPN) menjadi kunci pengelolaan tanah secara terpusat, karena sifat kelembagaan
            “Badan” masih memungkinkan dikelola secara vertikal.


            64      Dari Dirjen Agraria Menuju Kementerian Agraria
   70   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80