Page 140 - Persoalan Agraria Kontemporer: Teknologi, Pemetaan, Penilaian Tanah, dan Konflik
P. 140
tuntut sudah berubah menjadi perkampungan warga yang berisi beragam
suku, baik Jawa, Melayu, Minang, dan suku-suku lainnya. Mereka sadar jika
menuntut hak atas tanah akan menimbulkan persoalan serius, padahal
selama ini tidak ada persoalan antara masyarakat adat talang mamak dengan
penduduk lain, baik pendatang maupun suku Melayu, Minang, dan suku
34
lainnya.
Atas realitas itu, penulis berpandangan, tuntutan masyarakat adat
Talang Mamak sedikit problematis. Jika menuntut sebagaimana hutan hak
seperti wilayah lain yang telah dikeluarkan SK hutan hak oleh Kementerian
KLHK seperti Amotoa-Sulsel, Marga Serampang-Jambi, Sipituha-Sumut,
Kasepuhan-Banten, dll, sangat sulit sebab banyak hal tidak terpenuhi, kecuali
secara khusus wilayah-wilayah yang masih asli didiami oleh masyarakat adat
Talang Mamak. Wilayah dimaksud masih ada, sekalipun berdekatan bahkan
tumpang tindih dengan wilayah hutan milik korporasi. Jika itu yang
dikehendaki relatif bisa diperjuangkan karena izin konsesi yang diberikan
kepada korporasi baik dalam bentuk HPH, HGU, maupun HTI bisa
dilepaskan sebagian. Jauh lebih sulit jika hal itu sudah menjadi
perkampungan dan wilayah tinggal berbagai masyarakat. Tentu saja akan
menjadi persoalan di antara warga satu dengan lainnya. Jika melihat hasil
pemetaan partisipatif yang dilakukan masyarakat adat Talang Mamak, apa
yang diklaim sebagai wilayah adat, sebagian besar masuk pada wilayah
perkampungan, bahkan wilayah perkotaan (ibukota kecamatan).
Pendek kata, apa yang dikemukakan oleh masyarakat adat Talang
Mamak sejauh ini belum satu kata, apakah pengakuan yang dituntut murni
pengakuan wilayah tanpa hak (hutan adat) atau sekaligus juga dengan tanah-
tanahnya. Sebagian besar narasumber kami di lapangan menyadari betul
persoalannya, dan hal itu menyebabkan di antara mereka belum sepakat.
Para elite adat dan pemuda memang menyadari, pengakuan wilayah sebagai
bentuk penghormatan di wilayah-wilayah batin dianggap paling masuk akal,
35
karena itu akan tetap menjaga harmoni yang sudah tercipta. Sebagaimana
penuturan Gilung, pimpinan AMAN Indragiri Hulu sekaligus masyarakat asli
Talang Mamak menegaskan, “tuntutan kami yang paling pokok adalah
pengakuan wilayah adat beserta budaya adat Talang Mamak. Kami tidak
pernah berfikir akan mengusir para pendatang yang tinggal di sini yang
sudah puluhan tahun. Kami sadar para pendatang ini juga telah membangun
Indragiri Hulu, menghidupkan perekonomian, dan menciptakan banyak
kemajuan di sini. Sementara hubungan kami baik-baik, tidak pernah ada
persoalan”.
G. Konflik Wilayah Adat Talang Mamak
34 Komunikasi dengan Masyarakat adat Talang Mamak, di Indragiri Hulu,
Riau.
35 Komunikasi dengan pemuda adat Talang Mamak, di Indragiri Hulu,
Riau.
131