Page 7 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 7
Keistimewan Yogyakarta
bagaimana mekanisme pergantian kekuasaan itu diatur, maka
dengan menelisik dua isu tersebut, relasi kekuasaan diperluas,
yakni aspek-aspek sosial-ekonomi yang menyangkut hubungan
antara penguasa, pemilik modal, rakyat, dan antar rakyat.
Salah satu isu yang ditemukan dalam penelitian ini adalah
persoalan pertanahan di Yogyakarta, yakni pelaksanaan
UUPA di DIY tahun 1984 yang inisiatifnya justru lahir dari Sri
Sultan Hamengkubuwana IX. Bagi beliau, pemberlakuan itu
adalah lanjutan visi besar dan komitmen seorang negarawan
dalam mengintegrasikan kekuasannya ke dalam Republik In-
donesia. Dengan itu beliau juga ingin mengakhiri dualisme
pengelolaan tanah di Yogyakarta. Pemberlakuan UUPA di DIY
memiliki arti penting, yakni Yogyakarta tunduk dalam hukum
pertanahan nasional. Dibaca dalam konteks keistimewaan,
maka pemberlakuan UUPA di DIY dapat dianggap mendeligi-
timasi nilai keistimewaan Yogyakarta. Namun penulis berar-
gumen bahwa untuk kasus Yogyakarta, dengan masih eksisnya
kerajaan dan hukum adat dalam mengatur persoalan tanah-
nya, mengajak kita memikirkan ulang cara terbaik pelaksanaan
hukum nasional dalam bingkai desentralisasi, sebagaimana
pengalaman pelaksanaan Reforma Agraria di India yang
memiliki kemiripan karakter dengan Indonesia.
Dengan menunjukkan kembali ‘manusia-manusia kreatif’
yang pernah dimiliki oleh Yogyakarta, bahkan bangsa Indo-
nesia (Ki Hadjar Dewantara, Soegijapranata, dan Notosuroto,
hingga Paku Alam VIII dan Sri Sultan Hamengku Buwana IX),
kita diingatkan kembali untuk melanjutkan misi kebangsaan
mereka dan tidak terjebak pada perebutan kekuasaan belaka
terutama dalam memaknai isu keistimewaan Yogyakarta.
Penulis juga mengajak kita untuk menghidup-hidupkan kem-
vi