Page 8 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 8

Kata Pengantar Ketua STPN

               bali mitos ‘Raja Budiman’. Meski hidup pada zaman modern,
               remitologisasi masih dianggap penting, dalam bahasa ilmu
               sosial mungkin disebut rekayasa sosial (social engineering).
               Remitologisasi ditempuh dalam memperkuat bangunan tata
               kekuasaan tidak hanya di Yogyakarta namun juga di tempat-
               tempat lain; bahwa pada hakikatnya kekuasaan diselengga-
               rakan untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya sekaligus me-
               lindunginya. Raja, penguasa, presiden, atau siapa pun yang
               dipilih tidak lain adalah untuk bersikap budiman pada ‘kawu-
               lanya’, dan tentu saja bukan sebaliknya memanipulasi keku-
               asaan itu untuk kepentingan pribadi dan golongannya semata.
               Remitologisasi itu dapat juga berarti ‘nilai’ yang menjadi ‘alat
               kontrol’ warga negara terhadap penguasanya.
                   Memang telah banyak penelitian dilakukan guna mem-
               baca Yogyakarta dalam berbagai aspeknya. Jika masih dapat
               dikatakan bahwa Yogyakarta adalah miniatur Indonesia, maka
               membaca Yogyakarta hakekatnya adalah membaca Keindo-
               nesiaan kita. Bukan hanya karena penduduknya yang terepre-
               sentasi mendiami daerah Yogyakarta, akan tetapi bagaimana
               masa lalu dipergulatkan dengan masa kini dan diorientasikan
               di masa depan,  demikian terasa, suatu kondisi yang semoga
               tetap terjaga. Sebagai sebuah bangsa, pergulatan-pergulatan
               itu adalah ‘perjalanan sejarah’ yang tidak pernah selesai, sesu-
               atu yang terus menerus dilakukan. Demikianlah perjalanan
               bangsa untuk menemukan identitasnya. Dan semoga kita tidak
               pernah lelah menapaki ‘never ending journey’ itu.
                   Selamat atas terbitnya buku ini.
                                          Yogyakarta, Akhir April 2009


                                  Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA

                                                                  vii
   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13