Page 113 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 113
88 M. Nazir Salim
tanaman (monokultur) berskala besar untuk kepentingan ekspor.
Meminjam bahasa Walhi, akuisisi lahan dengan pola ini adalah “aksi
korporasi dan negara untuk rampas, kuasai, dan kontrol atas tanah”. 9
Bagaimana cara kerjanya? Pengambilan tanah skala luas
merupakan rantai panjang yang didukung oleh peraturan, perencanaan
pembangunan, dan investasi yang praktiknya menundukkan dan
mengkooptasi komunitas-komunitas masyarakat adat lokal. Ketiga
rantai itu bekerja secara kolaboratif yang menyatu sehingga tampak
tidak ada kekeliruan dan ketidakadilan di dalamnya. Prosesnya
diciptakan secara legal sehingga ketika muncul gejolak dalam praktik
di lapangan hanya dilihat sebagai konsekuensi dari pembangunan
dan investasi. Masyarakat yang menolak dan pengkritik akan dengan
mudah disematkan sebagai pihak penghambat pembangunan dan
anti investasi. Jika situasi ini berlangsung, maka alat negara akan
bergerak untuk mengamankan kebijakan besar yang telah dilakukan.
Kriminalisasi masyarakat tempatan akan dengan mudah dilakukan,
sekalipun masyarakat mempertahankan tanahnya. Peristiwa demi
peristiwa terjadi bukan hanya di Pulau Padang, tetapi di banyak
daerah terus berlangsung, “akuisisi lahan untuk ‘pembangunan’ yang
telah memakan anak kandungnya sendiri”.
Dalam konteks itulah mengapa akuisisi lahan skala luas yang
praktiknya serupa perampasan dan penyingkiran masyarakat tidak
bisa disorot sebatas kasuistis dan sporadik, tetapi harus disorot
dengan rantai penjelasnya yakni liberalisasi kebijakan, skenario
investasi dan pembangunan, dan penundukan masyarakat lokal serta
komunitas-komunitas penentangnya. Tujuan akhirnya jelas ekonomi
politik di mana korporasi dan negara harus memastikan bahan
baku mentah baik tanaman pangan, energi, maupun produk kayu
sebagai komoditas pasar global yang dihasilkan dengan cara murah.
9 https://issuu.com/walhi/docs/seri-belajar-bersama-edisi-
perampasan-tanah.