Page 218 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 218

Mereka yang Dikalahkan  193


              tentu saja legal, karena negara mengizinkan. Ganti rugi lahan yang
              masuk dalam area perusahaan sangat menghina akal sehat, sangat
              buruk, hanya 150 rupiah per meter. Itulah perampasan sesungguhnya
              yang didukung oleh negara yang “pemurah dan budiman”.
                  Memang harus  diakui, “sejengkal  tanah kami harus
              dipertahankan dengan darah dan air mata, tetapi tidak ada yang sia-
              sia.  Kami  tetap mendapatkan  banyak hal  sepanjang  menjalankan

              keyakinan kami,  sebab kami  tidak mewakili  segelintir  orang
              melainkan suara warga Pulau Padang. Jika di ujung hanya ini yang
              kami dapat, itulah perjuangan, tidak selalu berbuah dengan tangis
              kebahagiaan, pasti ada tangis haru dan kesedihan. Faktanya kami
              “kalah” setelah lebih dari tiga tahun mencurahkan semua yang kami
              punya untuk mempertahankan tanah warga Pulau Padang”. 3

                  Sebagai  penutup  tulisan ini,  suara mereka memang lebih
              parau di pertengahan 2016 ketika penulis mengunjunginya, namun
              semangatnya  tetap  terjaga,  keyakinannya  tetap  terpelihara,  dan
              harapannya  tetap diproduksi agar  pilihan-pilihan  masa depannya
              lebih  terbuka.  Sepanjang  melakukan  protes  memang korban
              bermunculan,  “termasuk di antara  kami ada  yang  berantakan
              keluarganya, berantakan “dapurnya”, bahkan  ada  di  antara kami

              yang depresi masuk rumah sakit jiwa”. Itulah resiko yang tidak bisa
              dihindari sebagai bagian dari menjalani semua proses perjuangan
              yang panjang. “Teman-teman kami dipenjara dan buron hingga kini,
              semua itu kami catat, karena harga mereka cukup mahal”.

                  Pasca terbitnya SK Menhut 180/2013 dikeluarkan warga Pulau
              Padang lebih banyak diam, lebih banyak membangun ekonomi dan
              menjaga apa yang tersisa. Akan tetapi ada potensi dari diam warga
              yang penulis tangkap, riak-riak protes kecil dalam “semak belukar”
              tetap muncul, bahkan konsolidasi  tetap  dilakukan. Potensi itu




              3    Disampaikan oleh Mukhti, dkk, di Pulau Padang.
   213   214   215   216   217   218   219   220   221   222   223