Page 217 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 217
192 M. Nazir Salim
perjalanan panjang memahami dan bersahabat dengan alamnya.
Ia protes dengan tertib, ia melawan dengan sikap, dan akhirnya ia
“memberontak” dengan keyakinan. Kebuntuan komunikasi menjadi
penyebab mengapa pilihan-pilihan sulit harus diambil, ya... suara
kami tak didengarkan”.
2
Sikap-sikap yang dibangun oleh warga diilhami oleh pengalaman
dan pemahaman yang utuh atas sebuah wilayah. Kerja-kerja negara
atas nama pembangunan bersama korporasi dianggap tidak tertib dan
mengancam masa depan anak cucu mereka, karena Pulau Padang bisa
jadi akan tenggelam akibat operasi RAPP yang mengelilingi seluruh
pemukiman warga. Tergambar dalam peta, konsesi itu mengelilingi
sebuah pulau yang luasannya hanya sekitar 110 ribu hektar. Sekali
lagi, large-scale land acquisitions sarat dengan makna pola lain dari
“rampas, kuasai, dan kontrol sepenuhnya. Para perintang “agenda
pembangunan” akan dilawan oleh kekuatan modal dan alat negara.
Resistensi tidak tiba-tiba hadir tetapi lewat sebuah proses
pendidikan dan penyadaran. Tentu ada aktor yang menggerakkan,
namun ia bukan sebagai aktor pesakitan melainkan sebagai
pembawa kabar. Hal itu diyakini, “seandainya kami tidak melawan,
maka rumah kami semua terancam”. Untuk itu warga bergerak
untuk mendudukkan persoalan, menata wilayah dengan kewajaran,
karena “ini tanah kami, kami berhak tinggal dan hidup serta
mencari penghidupan yang layak dan tidak diganggu oleh siapapun
di lahan kami”. “Protes dan aksi yang kami lakukan bukan sekedar
untuk kami sebagai orang-orang yang melakukan aksi, tetapi kami
menjaga martabat nenek moyang dan anak cucu kami”. Begitu tegas
sikap dan harga diri warga Pulau Padang. “Kurang bukti apa, mereka
merampas lahan kami, hutan kami sebagai sumber penghidupan”.
Benar bahwa perampasan lahan terjadi dengan berbagai skema,
2 Disampaikan oleh Mukhti, Yahya, dkk, di Pulau Padang.