Page 216 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 216
Mereka yang Dikalahkan 191
Kami melakukan aksi-aksi termasuk jahit mulut dan rencana
bakar diri bukan karena ketakutan, karena kami benar
melawan sesuatu kezaliman dengan keyakinan.
... Kesadaran bersama menjadi kunci bahwa kami berhak
mempertahankan tanah kami, dan itu kami anggap sebagai
jihad, cara kami dalam menterjemahkan ajaran dari kyai-kyai
kami di kampung. Sejengkal tanah kami adalah hak kami dan
tidak boleh dirampas dengan alasan apapun.”
... Aksi-aksi kami ke sana ke sini bersama masyarakat Pulau
Padang waktu itu bukan berarti tidak berhasil, ya berhasil... ya
itu tadi salah satunya dikeluarkannya SK 180/2013, setidaknya
revisi SK 327 dilakukan. Bayangkan kalau kami tidak
melakukan aksi protes, konsesi mereka itu sampai ke belakang
rumah kami, tetapi setelah direvisi, mereka sebagian keluar
dari wilayah desa kami.
... Lihatlah, kelapa kami mulai satu per satu mati, kebun karet
kami kebanjiran dengan sedikit hujan, tanah-tanah kami
kekeringan dengan sebentar panas, kami sudah minum air
sungai yang sebelumnya tidak pernah kami lakukan. Kalau
sagu kami juga kena serangan hama, maka habislah kami, tak
ada lagi yang bisa kami makan. 1
Penggalan teks di atas menggambarkan situasi yang terjadi
sebagai respons atas banyak pertanyaan sekaligus mengapa mereka
resisten terhadap masuknya RAPP di Pulau padang. Sepanjang
2009-2016 dalam “merawat” Pulau Padang, bukan persoalan
kebencian yang diproduksi tetapi persoalan nalar menyelamatkan
sebuah wilayah. Warga Pulau Padang yang jauh di ujung Provinsi
Riau bukanlah orang yang bodoh dalam bertindak, tatapi arif dalam
bersikap, dan tauladan dalam kearifan—lokal—bangsa. Pemahaman
terhadap wilayahnya yang rawan bencana diperoleh lewat sebuah
1 Diskusi dengan warga Pulau Padang, di Pulau Padang.