Page 8 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 8
Mereka yang Dikalahkan vii
kayu menuju sungai, dan membetulkan jika ada yang menyangkut
di perjalanan. Saya hanya menyaksikan dengan sesekali membantu
menggeser jika kayu tersangkut di sela-sela parit. Jika ada kayu yang
nyangkut, pekik suara para pekerja bersahutan saling mengabarkan.
Memori itu membekas dalam benak penulis yang baru beberapa
tahun kemudian penulis menyadari apa yang mereka lakukan
adalah illegal logging. Menebang kayu di hutan alam tanpa izin
dan kemudian menjualnya kepada touke-touke atau pengepul kayu
untuk diseberangkan ke kilang-kilang pabrik kertas di Riau. Sebuah
pengalaman yang membutuhkan belasan tahun untuk menyadari
apa yang mereka dulu kerjakan. Dalam suatu kesempatan, penulis
sempat “mengutuknya” setelah para pelaku itu—yang notabene
sebagian saudara penulis sendiri —sudah tua renta. Sebuah obrolan
panjang beberapa tahun lalu sempat penulis ingatkan memori itu
dan meluncur pengakuan yang gamblang, “pada periode itu memang
mengambil kayu di hutan tidak ada yang melarang dan menjualnya
kepada bos-bos kayu adalah cara mudah untuk mendapatkan uang”.
Fenomena illegal logging pada periode itu sangat masif dan
perusahaan bubur kertas telah menjadi pengepulnya. Berbeda
dengan kebanyakan warga secara mandiri memungut hasil hutan
untuk kebutuhan papan tinggal, pelaku-pelaku yang terorganisir
ini menebang kayu hutan alam menjadi bagian dari rantai bisnis
untuk memenuhi kebutuhan para pengusaha, sehingga yang mereka
lakukan memiliki dampak secara signifikan terhadap deforestasi
hutan-hutan Riau. Dan kini, generasi saat ini sudah tidak bisa lagi
memungut hasil hutan alam untuk memenuhi kebutuhan papan
tinggal, dan harus membeli lewat pasar-pasar resmi yang harganya
cukup mahal.
Memori yang melekat itulah yang membuat penulis kini kembali
bernostalgia untuk menyusuri jejak masa lalu dan menjelaskan
mengapa persoalan deforestasi, banjir, dan kebakaran sangat akrab