Page 11 - Konstitusionalisme Agraria
P. 11

kembali pe(nyalah)gunaan Hak Menguasai Negara tersebut dengan
            memberi titik perimbangan pada perlindungan hak individu dan
            masyarakat adat atas tanah dan kekayaan alam. Maka, secara tidak
            ragu-ragu, misalnya, dalam putusan menyangkut kehutanan pada
            soal penunjukan kawasan hutan secara sepihak oleh Kementerian
            Kehutanan, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa tindakan itu
            adalah sewenang-wenang dari ‘pemerintahan otoriter’.
                  Sedimentasi cita-cita kesejahteraan itu juga ditunjukkan
            penulis melalui cara membaca yang lain atas Konstitusi, tepatnya
            pasal Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Pasal ini merupakan dasar untuk
            mengatakan bahwa konstitusi kita adalah Konstitusi Agraria.
            Bukan hanya itu, namun lebih tepatnya adalah Konstitusi Reforma
            Agraria. Ini merupakan temuan penafsiran yang mendasar, sebab
            memiliki konsekuensi misalnya untuk mengatakan: jika negara
            tidak melaksanakan reforma agraria, maka negara tersebut bisa
            dikatakan inkonstitusional. Kita memahami bahwa reforma agraria
            memiliki dimensi ganda. Di satu sisi reforma agraria adalah kebijakan
            untuk ‘memberdayakan’ warganegara yang tidak memiliki tanah
            atau mengakses kekayaan alam dalam jumlah terbatas; dan di sisi
            lain reforma agraria adalah ‘menidakberdayakan’ para pihak yang
            berkelebihan dan terus menambah hak atas tanah sehingga terjadi
            konsentrasi pemilikan atas tanah dan kekayaan alam (bahkan
            berakibat penelantaran tanah). Di sinilah diperlukan pengendalian
            atas tanah dan bukan saja penetapan hak atas tanah. Cara berpikir
            ini mengajak kita untuk masuk pada penafsiran progresif atas
            hukum (agraria), yakni memeriksa dengan kacamata ‘keadilan sosial’
            daripada ‘ketaat-aturan’ regulasi yang dipahami secara positivistik
            dan terkadang menghasilkan kondisi yang terpisah antara hukum
            dengan keadilan itu sendiri. Kondisi berupa alokasi yang adil atas
            tanah melalui pelaksanaan reforma agraria adalah jalur tempuh
            menuju “…sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.  Dengan menggali
            kembali cita-cita dasar dalam konstitusi kita, buku ini sekaligus
            mengingatkan kita agar waspada terhadap segala kondisi dan upaya
            yang membelokkan bahkan mematahkan cita-cita ‘kesejahteraan




               x      Konstitusionalisme Agraria
   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16