Page 13 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 13

xii     Herman Soesangobeng

                Individu dan pakar yang sangat berperan penting bagi penulisan
            buku ini pun sangat banyak, namun beberapa saja yang disebut
            disini. Pertama-tama,  terimakasih kepada Bapak Joyo  Winoto
            PhD, selaku Kepala Badan Pertanahan RI, yang telah memberikan
            kepercayaan serta dorongan positif disertai kesabaran memberikan
            waktu  yang cukup  leluasa kepada  penulis untuk  menuangkan
            pemikiran  tentang  penegakkan  Hukum  Pertanahan  dan  Agraria
            di Indonesia. Pemikiran mana, semula diwujudkan dalam bentuk
            penyajian  beberapa  ‘position  papers’  yang menjelaskan  sejarah
            penegakkan hukum pertanahan dan agraria di Indonesia sejak
            VOC sampai  Hindia  Belanda,  dan  pelaksanaan UUPA  1960,
            yang terbukti masih menggunakan filosofi, asas, ajaran dan teori
            hukum pertanahan serta keagrariaan BW/KUHPInd. Satu model
            dan cara penegakkan hukum terhadap warga Negara Indonesia
            (WNI), yang sering menimbulkan sengketa menahun (perennial
            conflict), karena penyelesaiannya dirasakan bertentangan dengan
            rasa keadilan masarakat sebagai rakyat Indonesia yang merdeka
            dan berdaulat atas tanah di negerinya sendiri.
                Sumber  penyebab kekeliruan  dan  kesalahan mana  tidak
            disadari. Karena pendapat umum yang  diterima  di Indonesia
            setelah berlakunya UUPA  1960,  mengatakan  bahwa hukum
            agraria lebih luas dari pertanahan. Padalah, semua sistim hukum
            modern di dunia, sejak masa hukum Romawi, justru menganut
            ajaran dimana hukum agraria  (lex agraria)  bersumber pada
            hukum pertanahan (jus terra), sehingga penegakkan hukum
            agraria harus berlandaskan pada filosofi, asas, ajaran dan teori
            hukum pertanahan. Jadi penegakkan hukum agraria, tidak boleh
            menyimpang apalagi bertentangan dengan filosofi, asas dan ajaran
            hukum pertanahan yang mengatur dan menetapkan kedudukan
            hukum hak keperdataan orang (corpus) atas tanah dalam pertalian
            hubungannya dengan pelbagai cabang ilmu hukum sepanjang
            menyangkut pertanahan. Ajaran itu sudah dibakukan sejak masa
            hukum Romawi, yang kemudian dianut dan dibakukan dalam
            semua sistim hukum dunia modern, seperti pada hukum Komon
            di Inggeris, hukum Civiel di Eropah Barat maupun Timur, bahkan
   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18