Page 69 - Tanah untuk Rakyat Laki-laki dan Perempuan Indonesia
P. 69
Jalan Hadat dalam perkawinan pada masyarakat suku Dayak
Ngaju tujuannya tidak lain adalah untuk menunjang kelestarian sikap
moral, serta sebagai tuntunan dan bimbingan moral dalam rangka
pembangunan diri manusia itu sendiri secara utuh. Karena itulah
contoh kecil kearifan lokal yang ada pada suku Dayak Ngaju tersebut
hendaknya dapat membuka mata kita betapa nenek moyang kita
telah mengajarkan kita tentang nilai-nilai moral tentang bagaimana
menghargai hak-hak perempuan melaui tradisi yang terus terpelihara
dikehidupan masyrakat Dayak Ngaju tersebut.
Gagal Paham Yang Dianggap Budaya
Bercermin pada kearifan masyarakat Dayak Ngaju tersebut
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa jika dikaitkan dengan hukum
yang ada di negara ini tidak ada hal yang salah dengan cara negara
memperlakukan perempuan. Demikian pula dengan tradisi kearifan
lokal yang juga menjunjung tinggi hak-hak perempuan. Kesalahan
justru ada pada cara pandang yang hidup dan terus terpelihara
yang seolah menjadi budaya dalam kehidupan masyarakat, dimana
masyarakat beranggapan bahwa derajat perempuan berada dibawah
laki-laki.
Perspektif yang salah tentang kesetaraan gender inilah yang
menimbulkan pemahaman yang salah seolah perempuan harus seperti
lelaki dalam fungsinya. Kesalahan cara pandang di dalam masyarakat
inilah yang sesungguhnya merupakan faktor fundamental yang sangat
berpengaruh dalam menghambat Percepatan Punguatan Hak Atas
Tanah di Indonesia. Apabila masyarakat dapat kembali meluruskan
pemahamannya tentang keadilan gender yang sesungguhnya, maka
sejalan dengan itu percepatan penguatan hak atas tanah juga dapat
terlaksana dengan baik.
Sementara itu melalui Percepatan Penguatan Hak Atas Tanah
Berkeadilan gender ini juga sangat memberikan banyak manfaat bagi
perempuan termasuk meningkatkan “daya tawar” perempuan dalam arti
49