Page 67 - Tanah untuk Rakyat Laki-laki dan Perempuan Indonesia
P. 67
begitu dihargai dan dijunjung tinggi. Belajar dari sejarah kearifan
masyarakat suku Dayak Ngaju, yang tinggal didaerah sepanjang aliran
sungai Kahayan Provinsi Kalimantan Tengah, dimana masyarakat suku
Dayak Ngaju memiliki tradisi ”Petak Palaku”. Tradisi ini dilakukan oleh
seorang laki-laki suku dayak Ngaju yang akan melamar seorang gadis
dengan memberikan sepetak tanah atau sebidang tanah kepada calon
gadis yang akan dinikahinya sebagai wujud penghargaan terhadap
perempuan.
Palaku sering diterjemahkan sebagai mas kawin yang
diwujudkan dalam sejumlah materi simbolis, dimana pada zaman
dahulu adalah berbentuk sebuah Balanga atau Guci Cina yang memiliki
nilai tinggi atau benda pusaka keluarga maupun dapat berbentuk sebuah
gong, namun pada saat sekarang dapat digantikan dengan sebidang
tanah atau barang berharga lainnya. Palaku ini fungsinya adalah untuk
menjamin hidup sang wanita, jika sang suami suatu saat meninggalkan
istrinya maka secara adat sudah diatur apa saja yang menjadi haknya
dan denda yang harus dibayarkan oleh suami. Nantinya Palaku ini
merupakan hak wanita sepenuhnya dan akan diwariskan kepada anak-
anak mereka.
Palaku ini mutlak harus ada dan merupakan syarat
perkawinan yang utama dan pertama. Palaku merupakan hak ikat
oleh laki-laki terhadap pengantin perempuan dihadapan keluarga,
bahwa ia memperoleh wanita tersebut dan akan dijadikan pasangan
hidupnya dalam berbagi rasa. Palaku ini tidak boleh dipindah
tangankan ataupun dijual karena merupakan dasar hidup bagi kedua
mempelai dalam membangun rumah tangga atau sering disebut juga
dengan Galang Pambelum dalam bahasa Dayak Ngaju.
Upacara perkawinan merupakan salah satu bagian hidup
orang Dayak Ngaju yang dianggap sakral, karena berhubungan dengan
kepercayaan terhadap leluhur masyarakat Dayak Ngaju. Sementara
Petak Palaku merupakan bagian dari Jalan Hadat atau yang lebih
dikenal masyarakat dayak sebagai Jujuran atau syarat-syarat yang harus
47

