Page 45 - Penataan dan Pengelolaan Pertanahan yang Mensejahterakan Masyarakat (Hasil Penelitian Strategis PPPM STPN 2014)
P. 45
PPPM - STPN Yogyakarta Penataan dan Pengelolaan Pertanahan yang Mensejahterakan Masyarakat
seperti PRONA maupun redistribusi tanah dan ditata di mana negara adalah merupakan penguasa tertinggi atas segala
melalui konsolidasi tanah. Prioritas utamanya adalah tanah yang ada di wilayah Republik Indonesia, sehingga dengan
penataan pertanahan di Pulau Lembeh sedapat mungkin demikian kewenangan dari masyarakat hukum adat setempat,
harus mengakomodir dan memberikan jaminan per- sekali pun oleh UUPA itu sendiri secara tegas masih menyatakan
lindungan ekonomi dan kepastian hukum serta memperkuat mendasarkan diri pada Hukum Adat, berada dalam penguasaan
peran serta masyarakat lokal dalam desain pembangunan dan pengaturan negara sebagaimana ketentuan Pasal 5 UUPA. 16
wilayah. Setelah berlakunya ketentuan tersebut maka kewenangan
berupa penguasaan tanah-tanah oleh persekutuan hukum dalam
b. Jika tanah di Pulau lembeh termasuk dalam tanah kelakeran
hal ini tanah kalakeran atau pasini mendapat pembatasan se-
atau tanah pasini. Maka ini akan menimbulkan konsekuensi
demikian rupa dari kewenangan pada masa-masa sebelumnya
yang sangat signifikan. Berdasarkan ketentuan konversi tanah
karena sejak saat itu segala kewenangan mengenai persoalan tanah
dalam UUPA, disebutkan bahwa tanah milik termasuk tanah
terpusat pada kekuasaan negara. Walaupun oleh UUPA telah
pasini kemudian dapat dikonversi menjadi tanah milik. Artinya
ditegaskan bahwa Hukum Agraria Nasional itu didasarkan pada
sah penguasaan dan klaim yang diajukan oleh keluarga Xaverius
hukum adat dan beberapa hak masyarakat hukum adat masih
Dotulong atas pulau lembeh. Namun ini pun akan banyak
diakui, namun pengakuan tersebut tidaklah berpangkal pada peng-
bertentangan dengan ketentuan hukum tanah nasional seperti
hargaan terhadap hukum adat dan kewenangan dari pada masya-
melanggar aturan tentang batas maksimal penguasaan tanah
rakat hukum adat itu, melainkan berpangkal pada ke wenangan
yang ada di Indonesia. Dan sangatlah bertentangan dengan
pemerintah.
keadilan ketika pulau sebagai bagian wilayah negara Indonesia
Masyarakat hukum adat sudah tidak mempunyai kewenangan
hanya dimiliki oleh segelintir orang saja.
yang bersifat otonom dalam persoalan pertanahan dan masyarakat
Sejak tahun 1960 dengan diterbitkannya Undang-Undang hukum adat hanyalah berfungsi selaku “kuasa pelaksana” dari hak
Nomor 5 Tahun 1960 terjadi suatu perubahan yang fundamental menguasai negara. Inipun tidak mutlak sifatnya oleh karena
dalam struktur hukum pertanahan di Negara Indonesia. Perubahan pelimpahan kuasa di maksud hanyalah dilaksanakan sekedar
tersebut juga membawa dampak terhadap kewenangan masyarakat diperlukan, sehingga kalau hal yang demikian tidak diperlukan
hukum adat atas tanah. Hal ini dikarenakan perubahan konsepsionil tidak diharuskan untuk memberikan kuasa kepada masyarakat-
yang dikenalkan oleh UUPA berkenaan dengan masalah penguasaan masyarakat hukum adat setempat. Dengan demikian kekuasaan
tanah. Menurut konsepsi UUPA sebagaimana disebutkan dalam masyarakat hukum adat atas tanah tersebut hanyalah sekedar suatu
Pasal 2 ayat (1) bahwa bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk wewenang limpahan saja.
kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan Persoalan ini dapat dijumpai pengaturannya di dalam Peraturan
tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan
seluruh rakyat. Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah. Di dalam peraturan ter-
Dengan berdasarkan atas hak tersebut, maka seluruh tanah
yang ada pada tingkat tertinggi berada di bawah penguasaan negara 16 Tjitra D.P. Lukum. Ibid, hal. 74-75
44 45