Page 178 - Perlindungan Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat
P. 178
terhadap keberadaan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional,
yang biasa disebut hak ulayat, seringkali tidak konsisten dalam pelaksanaan
pembangunan nasional. Titik berat hak ulayat yakni penguasaan atas tanah
adat beserta seluruh isinya oleh masyarakat hukum adat. Penguasaan di sini
bukanlah dalam arti memiliki tetapi hanya sebatas mengelola. Hal ini dapat
dilihat dalam peraturan-peraturan perundangan yang diterbitkan, seperti
dalam UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas, UU Nomor 21 tentang
Otonomi Khsusus Papua, UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan,
dan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Hal yang sama, misalnya
dalam UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, secara eksplisit
disebutkan bahwa status hutan itu hanya ada 2 (dua) yaitu hutan negara dan
hutan hak. Hutan adat disebutkan sebagai hutan negara yang berada dalam
wilayah masyarakat hukum adat. Padahal dalam kenyataannya hutan adat
telah ada sebelum Negara Republik Indonesia berdiri pada 17 Agustus 1945,
mungkin disebabkan karena pengakuan terhadap eksistensi atau keberadaan
masyarakat hukum adat beserta hak ulayatnya sendiri masih tidak konsisten.
Ketidakkonsistenan tersebut dikarenakan belum ada kriteria yang baku
mengenai keberadaan masyarakat hukum adat beserta hak ulayatnya di suatu
wilayah.
Terhadap eksistensi hak ulayat/pertuanan, Hermayulis , menyatakan
188
bahwa setidaknya berkembang tiga pendapat tentang tanah ulayat, yaitu;
tanah ulayat sudah tidak ada, tanah ulayat masih ada, dan pendapat ragu-
ragu yaitu tanah ulayat ada dan tiada. Pendapat-pendapat tersebut umumnya
berkaitan dengan kepentingan yang terkandung di dalamnya.
Untuk mengetahui apakah tanah-tanah adat yang berada dalam wilayah
pertuanan di Maluku masih ada atau tidak, tentunya harus dilakukan
penelitian dan penelitian menunjukan bahwa tanah-tanah adat sebagai
hak ulayat/ pertuanan beserta hak-hak lainnya yang masuk dalam lingkup
wilayah pertuanan, secara faktual masih eksis dan tetap dipertahankan oleh
masyarakat hukum adat di Maluku, walaupun eksistensi atas wilayah hak
188 Hermayulis dalam Lokakarya “Pemberdayaan Hak Masyarakat Hukum Adat
Mendukung Kegiatan Otonomi Daerah 21 Agustus 2008.
161