Page 170 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 170

160     Di Atas Krisis Sosial-Ekologis Semacam Apa
               Megaproyek MP3EI Bekerja?



                                     Selain berbagai pekerjaan di atas, buruh perempuan juga dapat ditemui di pekerjaan bagian seleksi. Buruh dibagian ini
                                     bekerja membersihkan kecambah sawit yang akan dimasak. Kam (35), buruh seleksi di PT Socfindo Bangun Bandar (17
                                     tahun masa kerja) mengatakan jam kerjanya dimulai pada pukul 07.00-14.00. Pulang sebelum jam 14.00, dihitung
                                     mangkir. Ia “terpaksa” menitipkan anaknya ke tetangga dengan biaya Rp. 150.000/bulan. Pada awal masa kerja, Kam
                                     selama 3 bulan menjadi BHL yang kemudian diangkat menjadi buruh tetap (SKU). Upah yang diterima sesuai dengan
                                     standar BKSPPS (Rp. 1.205.000/bulan). Buruh dibagian ini diberi baju dinas dan alat pelindung kerja berupa sarung
                                     tangan karet.

                                     Untuk menambah penghasilan, di luar jam kerja (isteri buruh atau buruh perempuan) biasanya mencari lidi yang dijual
                                     rata-rata Rp. 1500,- per kg-nya. Pekerjaan ini dilakukan sekitar pukul 14.00 - 17.00 wib. Bagi perkebunan, pekerjaan ini
                                     mengun-tungkan, karena perkebunan tidak lagi mengeluarkan biaya untuk membersihkan pelepah. Perkebunan menge-
                                     luarkan kebijakan yang ditujukan kepada pencari lidi untuk selalu membersihkan areal dimana mereka mencari lidi.

                                     Keselamatan dan Kesehatan Kerja


                                     Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecelakaan kerja di perkebunan dapat terjadi mulai dari proses replanting,
                                     penanaman, pemeliharaan tanaman  sampai proses produksi. Temuan penting menunjukkan bidang kerja yang paling
                                     rentan terhadap resiko kecelakaan adalah buruh bagian pemanen, bagian penyemprotan hama dan pemupukan.
                   Tabel 6:
              Potensi kecelakaan kerja.
                                     Bentuk kecelakaan kerja di perkebunan, khususnya perkebunan sawit dan karet adalah tertimpa pelepah dan buah, mata
         Bidang Kerja   Resiko       terkena kotoran dan tatal (getah) bagi buruh bagian panen dan pembersihan lahan. Terkena tetesan gromoxone, roundup
                                     dan terhirup racun pestisida, fungisida dan insektisida terutama pekerjaan yang berhubungan dengan penyemprotan.
         Memanen    Tertimpa buah
                    Tertimpa pelepah  Bentuk kecelakaan kerja tersebut berdampak pada resiko cacat anggota tubuh seperti mata buta bagi pemanen buah
                    Tertimpa fiber   sawit dan penderes karet, cacat kelahiran terutama bagi wanita penyemprot, bahkan menumui ajal ketika tertimpa
                    Terkena egrek    tandan buah sawit (TBS). Kerakteristik penyebab umum kecelakaan antara lain tempat kerja (ancak) yang tidak rata
                    Binatang berbisa  (berbukit), pohon sawit/karet yang bengkok, pohon karet/sawit yang relatif tinggi, bersemak lebat, ancak berlobang dapat
                                     dikategorikan lingkungan kerja yang tidak aman dalam arti resiko tinggi terhadap kecelakaan.
         Memupuk    Tangan panas
                    Kulit melepuh    Penyebab lain terjadinya kecelakaan kerja antara lain alat kerja serta pelindung kerja yang tidak cukup, tidak ada penga-
                    Perut mual       wasan sewaktu buruh bekerja, tidak adanya sosialisasi K-3. Minimnya pelatihan tentang K-3 dan tingginya target kerja
                                     yang ”memaksa” buruh bekerja mengabaikan keselamatan dan kesehatan dirinya. Di Perkebunan PT Lonsum Rambung
         Menyemprot  Keracunan       Sialang misalnya, perusahaan memang memberikan angkong, agrek, kacamata, helm dan sepatu boot pada pemanen,
                    Kulit melepuh    tapi pelatihan tentang bagaimana menggunakan alat itu secara baik tidak pernah dilakukan. ”Gitu diterima kerja,
                    Mata pedih       langsung saja kemarin disuruh manen, memang diawasi sama mandor, tapi gak tahu caranya gimana, namanya mula-
                    Batuk                                                  20
                                     mula kan, gitu ajalah dipelajari dari kawan-kawan”.

         Membabat   Tersayat         Helm yang diberikan perusahaan ini juga dinilai buruh tak nyaman. ”Dikasih helm, tapi kalau dipakai itu gak luas pan-
                                                                        21

                    Binatang berbisa  dangan, jadi terhalang. Jadi bagus gak dipakai”,  ujar seorang buruh pemanen. Di afdeling IV perkebunan ini, seorang
                                     buruh  SKU harian menyatakan, perusahaan tidak memberikan alat kerja kepada buruh, sehingga buruh harus membawa
                                     masing-masing alat kerjanya. Ia mengatakan pernah diusir mandor dari ancak karena tidak membawa alat kerja.
   165   166   167   168   169   170   171   172   173   174   175