Page 173 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 173
Eksploitasi Buruh Kebun di Sumatera Utara 163
Di Balik Perkebunan dan Proyek Hilirisasi Sawit:
Perkebunan Kelapa Sawit: Mengubah Ekologi
Ekspansi perkebunan kelapa sawit ternyata berbanding lurus dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya. Terdapat
sangat banyak praktek yang tidak lestari dalam industri perkebunan kelapa sawit. Potensi besarnya pendapatan dari perke-
bunan yang menguntungkan seringkali digunakan sebagai pembenaran dalam pemberian izin untuk pembukaan lahan perke-
bunan berskala luas. Selain itu, pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit yang dilakukan dengan cara pembakaran
menyebabkan polusi udara dan emisi gas rumah kaca
Dalam tahap pengolahan, limbah pabrik kelapa sawit yang tidak dikelola seringkali menyebabkan pencemaran. Konsekuensi
dari praktek-praktek di atas berimplikasi terhadap kesehatan dan mata pencaharian masyarakat lokal. Kandungan racun
dalam air, udara dan tanah berdampak terhadap flora dan fauna sekitar perkebunan. Kandungan pestisida, herbisida dan
pupuk kimia dan limbah yang tidak diolah menyebabkan kandungan racun di dalam air. Pembersihan lahan menyebabkan air
sungai menjadi kekuningan. Sementara itu, pembakaran untuk pembersihan lahan di sekitar pemukiman penduduk menye-
babkan pencemaran udara. Di sejumlah pondokan buruh di beberapa perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara, ditemu-
kan sumur air yang berwarna kuning dengan tingkat endapan yang tinggi. 26
Kehadiran perkebunan kelapa sawit tidak hanya mengakibatkan kerusakan ekologi, tetapi juga mempengaruhi kondisi sosio-
ekonomi masyarakat komunitas, terutama petani pangan. Alih fungsi lahan pertanian sebagai akibat pembukaan lahan sawit
telah menyebabkan perubahan pola tanam petani pangan, khususnya padi. Kawasan yang dahulunya adalah merupakan
areal persawahan berubah menjadi areal perkebunan kelapa sawit. Pola tanam padi yang tidak serentak akibat perubahan
lingkungan yang dulunya sama kepentingannya bergeser pada aneka tanaman keras, terutama sawit membawa resiko bagi
petani yang masih bertahan di tanaman padi.
Petani sawah yang dikelilingi oleh perkebunan tanaman keras sangat kewalahan dalam pemberantasan hama. Selain akibat
tidak serentaknya pola tanam padi, yang menyebabkan populasi burung pemakan padi terkonsentasi pada suatu areal per-
sawahan tertentu. Perkebunan tanaman keras menjadi sarang (habitat) pembiakan burung, hama tikus dan serangga parasit
tanaman padi yang selalu mengancam gagal/berkurangnya panen padi. Hama tikus sangat terasa populasinya bertambah
saat perkebunan melakukan replanting dan pada saat tanaman sawit masih dalam tahap pemeliharaan. Hama tikus berpin-
dah tempat karena saat tersebut tidak lagi memperoleh makanan di areal perkebunan. Demikian juga serangga terutama
lalat buah menjadi serangga baru bagi petani padi terutama padi yang berbatasan langsung dengan perkebunan yang ada di
sekitarnya.
Sebelum kehadiran perkebunan kelapa sawit, petani belum mengenal dan mengalami gangguan dari lalat buah. Tetapi saat
ini lalat buah menjadi “musuh” petani, apalagi lalat buah menyerang bunga (bakal buah) padi jadi sangat sulit dideteksi.
Lalat buah bertelor di bakal buah dan bisa terlihat secara kasat mata setelah bakal buah menguning dan tampak bintik
kehitam-hitaman menandakan bahwa buah padi telah keropos karena telur lalat buah telah bersarang pada buah padi. Di
luar ini, areal persawahan penduduk juga sering tergenang oleh aliran limbah perkebunan yang sangat menggangu proses
pengolahan lahan.