Page 35 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 35

Reforma Agraria: Menyelesaikan Mandat Konstitusi

               lahan yang sudah dikuasai lama oleh masyarakat namun masih dalam
               kawasan hutan, yakni lahan transmigrasi dan fasum fasos; dan ketiga,
               adalah lahan-lahan yang dianggap sulit untuk diredistribusikan karena
               posisi lahan yang sulit diakses oleh masyarakat.

                   Ada beberapa persoalan yang terjadi di lapangan sehingga proses
               redistribusi lahan pelepasan kawasan hutan mengalami pelambatan:
               pertama, terkait verifikasi lahan yang dilepaskan di mana antarkemen-
               terian (ATR/BPN dan KLHK) belum menemukan persamaan persepsi;
               kedua, GTRA belum efektif bekerja di daerah yang seharusnya menjadi
               kewenangannya; ketiga, adalah terkait kondisi eksisting tanah yang jauh
               dari akses calon penerima redis; dan keempat, belum dilakukan peme-
               taan secara valid calon/subjek penerima tanah objek TORA; kelima,
               pemda di mana objek TORA berada belum aktif melakukan koordinasi
               dengan stakeholder lainnya, padahal subjek-subjek calon penerima TORA
               yang mengetahui adalah bupati/pemda setempat. Dengan kata lain,
               masing-masing daerah belum memiliki data base calon penerima TORA
               yang seharusnya diusulkan oleh pemda.

                   Reforma Agraria adalah mandat konstitusi, negara harus mencip-
               takan kemakmuran bagi rakyat, yang kemudian diturunkan dalam UUPA
               Pasal 2 ayat 3 secara lebih rinci yakni menciptakan “sebesar-besar kemak-
               muran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan
               dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat,
               adil dan makmur” (Shohibuddin 2018, 164, Arizona 2014, 213). Oleh kare-
               nanya menjadi tanggung jawab negara dari level pusat sampai daerah
               secara bersama-sama untuk mewujudkannya.
                   Setidaknya upaya menuju ke arah tersebut harus lebih jelas dengan
               membangun upaya bersama dan road map bersama serta niatan yang
               sama untuk menyelesaikan atau menuntaskan mandat tersebut. Tanpa
               gerakan multi pihak di semua level, RA akan berhenti pada mimpi dan
               janji manis pemerintah yang minim implementasi kebijakannya. Kajian
               ini salah satunya akan menjawab problem dasar dari lambatnya pelak-
               sanaan RA di daerah akibat sistem kerja dan tata kelola antarstakholder
               yang belum menemukan cara terbaik dalam menyelesaikan tiap-tiap
               persoalan, khususnya terkait Tanah Objek RA pelepasan kawasan hutan.

                                                                           7
   30   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40