Page 44 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 44

M. Nazir Salim & Westi Utami

            Bakri 2016, Elfirawati 2016, Aida 2017, dan Isnaeni 2018), namun kajian
            tersebut tidak juga memetakan persoalan RA periode Jokowi-JK. Dalam
            temuan lain, kajian Neilson mencoba fokus pada rencana agenda besar
            RA yang akan dijalankan Jokowi-JK beserta peluang pelaksanaan ke-
            bijakannya sebagaimana janji kampanye dalam pemilu 2014 (Neilson 2016,
            253-256). Namun demikian, kajian Neilson belum sampai pada objek RA,
            khususnya objek TORA di daerah dan problematikanya.

                Beberapa kajian di atas belum banyak mengurai bagaimana RA secara
            meyakinkan bisa dilaksanakan dan bagaimana seharusnya dijalankan
            serta tantangan yang akan dihadapi. Pertanyaan besar mengapa RA begitu
            lambat dan mengapa RA sulit dikerjakan tidak mendapat perhatian
            peneliti, padahal di situlah letak RA dituntut banyak pihak untuk dijalan-
            kan sekaligus dipertanyakan mengapa sulit dilaksanakan, bahkan diang-
            gap “gagal”. Lain halnya dengan studi-studi Perhutanan Sosial yang sangat
            representatif untuk melihat praktik kebijakannya, termasuk sebaran serta
            keragaman tema yang didiskusikan.

                Studi dengan pendekatan konseptual yang cukup otoritatif dilaku-
            kan oleh beberapa penulis, diantaranya kajian Sirait yang secara konsep-
            tual sangat memadai, bahkan memiliki argumentasi yang kuat ketika
            memaparkan problem RA dalam konteks redistribusi tanah hutan negara
            (Tanjung Rejo-Simpang Duren—lahan bekas Inhutani—Lampung) dan
            (Ciniti—lahan bekas PTPN Miramareu dan Perum Perhutani, Jawa Barat).
            Pertanyaan Sirait cukup menarik, “apakah sistem kepemilikan individual
            atau dengan pola redis hak individu merupakan bentuk kepemilikan
            yang tepat dalam proses redistribusi tanah?” Temuan sirait menarik kare-
            na dalam sepuluh tahun setelah redis, ketika akses diberikan sejumlah
            besar rumah tangga petani tak bertanah kembali muncul (Sirait 2017).
            Ketika RA berbasis individual hak atas tanah mengalami banyak masalah,
            ia mencoba melihat skema lain dalam redis yakni opsi hak komunal
            untuk melindungi tanah-tanah petani. Skema lain perlu sebagai perban-
            dingan yang bisa membantu menyelamatkan tanah-tanah pertanian
            masyarakat penerima redis. Studi Sirait menunjukkan secara sahih bagai-
            mana pengalaman RA (redis) yang bersumber dari tanah hutan negara
            yang dilepaskan baik di Jawa Barat maupun Lampung menjadi pelajaran

              16
   39   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49