Page 181 - Ranah Studi Agraria: Penguasaan Tanah dan Hubungan Agraris
P. 181
Ranah Studi Agraria
kenceng, kuli baku, sikep ngarep, dan sebagainya. Namun hak
pakai atas tanah gogolan itu disertai dengan kewajiban untuk
“kerja wajib” atau “kerja bakti”, yaitu melakukan pekerjaan-
pekerjaan untuk desa tanpa upah, seperti ronda malam, mem-
perbaiki saluran air dan jalan desa, dan sebagainya.
Lapisan kedua ialah mereka yang mempunyai rumah dan
pekarangan sendiri tetapi belum atau tidak mempunyai sawah.
Di banyak daerah mereka ini juga disebut sebagai kuli-kendo,
yaitu calon untuk menjadi kuli-kenceng.
Lapisan ketiga disebut magersari, yaitu mereka yang tidak
mempunyai tanah dan tidak mempunyai pekarangan, tetapi
mempunyai rumah sendiri. Rumah mereka didirikan di atas
pekarangan orang lain. Mereka biasanya bekerja sebagai buruh
tani atau sebagai penyakap.
Lapisan keempat atau lapisan terbawah terdiri dari mereka
yang sama sekali tidak mempunyai apa-apa kecuali tenaganya.
Karena tidak mempunyai rumah, mereka tinggal “mondok” di
rumah orang lain dan menjadi buruh tani dari tuan rumahnya
yang biasanya juga pemilik sawah. Namun sebagai buruh tani,
mereka tidak diberi upah karena sudah diberi makan dan tempat
tinggal. Mereka ini disebut sebagai mondok-empok, bujang,
atau tlosor. Jika tuan rumah cukup baik hati, mereka juga dapat
bekerja sebagai buruh tani pada orang lain untuk memperoleh
upah.
Di antara lapisan-lapisan tersebut terdapat berbagai sta-
tus peralihan atau campuran, dan semua itu membentuk suatu
pola hubungan pemilikan tanah yang rumit yang disertai
dengan berbagai keragaman antardaerah.
Demikian gambaran pelapisan masyarakat desa yang
112