Page 197 - Ranah Studi Agraria: Penguasaan Tanah dan Hubungan Agraris
P. 197
Ranah Studi Agraria
penguasaan tanah dengan sistem gogolan, gadai-menggadai,
sewa-menyewa, bagi hasil, dan kasus tertentu mengenai penga-
turan penguasaan dan pengusahaan tanah bersama (yang me-
nurut istilah setempat disebut sebagai tanah klumpukan yang
artinya tanah kumpulan).
1. Sistem Gogolan
Di bagian muka telah diterangkan adanya berbagai bentuk
penguasaan tanah sebelum diundangkannya UUPA-1960. Satu
di antaranya ialah bentuk penguasaan dengan status gogolan
(nama setempat yang lain adalah, antara lain, norowito, pla-
yangan, pekulen, kesikepan). Dengan berlakunya UUPA, sebe-
narnya secara hukum status tanah gogolan sudah tidak diakui
lagi, karena hak atas tanah itu diberikan kepada penggarapnya
yang terakhir, dengan status hak milik. Namun, di beberapa
desa, walaupun secara hukum status penguasaannya memang
telah diubah, cara-cara pengusahaannya masih diatur sedemi-
kian rupa sehingga sebagian persyaratan-persyaratan dalam
sistem gogolan masih berjalan.
Dari 12 desa penelitian di Jawa, ada 5 desa yang dahulunya
mempunyai tanah-tanah gogolan, yaitu Wargabinangun, Cire-
bon (istilahnya kesikepan), Rowosari, Kendal (istilahnya noro-
wito), Kebanggan, Banyumas (istilahnya pekulen), Geneng,
Ngawi (istilahnya pekulen), dan Janti, Sidoarjo (istilahnya go-
golan). Di Rowosari, perubahan status hak tanah norowito
menjadi hak milik sudah dilaksanakan secara tuntas. Artinya,
segala sesuatu yang bersangkutan dengan sistem pengusahaan
tanah secara gogolan sekarang sudah tidak berlaku lagi. Tetapi
di empat desa lainnya, sisa-sisa aturan yang menyertai hak
128