Page 105 - Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria, 2006-2007 Bunga Rampai Perdebatan
P. 105
M. Shohibuddin & M. Nazir S (Penyunting)
mengurangi tingkat kemiskinan didalam masyarakat tani.
3. Tanah tidak dapat diperlakukan sebagai komoditi semata.
4. Adalah kewajiban negara untuk menjamin akses
masyarakat lokal - khususnya penduduk miskin – pada
tanah dan hasil tanah, serta sumberdaya alam lokal lain-
nya. Implikasinya adalah mengedepankan hak-hak masya-
rakat lokal terhadap tanah dan sumberdaya alam lokal.
5. Kebijakan pertanahan di Indonesia harus memperha-
tikan ciri spesifik sistim produksi dan manajemen
SDA lokal.
6. memegang teguh prinsip keberlanjutan dengan mem-
perhatikan kelestarian lingkungan.
Dengan sendirinya prinsip-prinsip ini tidak dengan
sendirinya menyelesaikan sengketa-sengketa agraria. Seba-
liknya, dalam proses pembaruan agraria, sengketa-sengketa
justru akan muncul sebagai dampak logis dari benturan
persepsi dan kepentingan. Karena itu adalah esensial
membangun kelembagaan resolusi konflik pada berbagai
tingkat. Salah satu prinsip penting adalah membangun
kelembagaan resolusi konflik pada tingkat paling rendah.
Khususnya pada tingkat paling rendah ini apa yang disebut
sebagai pendekatan legal pluralism dapat membantu
6
mempertinggi sensitifitas orang akan perbedaan-perbedaan
norma, aturan dan nilai-nilai yang melandasi manajemen
6 Roth, Dik (2005) TheRole of Legal Pluralism in Resource
Tenure:Dilemmas and Challenges. Dlm. Yayasan Kemala: Tanah Masih
Dilangit. Penyelesaian Masalah Penguasaan Tanah dan Kekayaan Alam
di Indonesia yang tak kunjung tuntas di era Reformasi. Yayasan Kemala
& The Ford Foundation.).
58