Page 46 - Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria, 2006-2007 Bunga Rampai Perdebatan
P. 46
Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria
rintah di luar BPN. Alih-alih menjadi sebuah agenda nasio-
nal yang masif dan kompak, Program Pembaruan Agraria
Nasional (PPAN) yang digalang BPN ibarat pulau kecil di
tengah-tengah lautan ego-sektoral yang ganas sumberdaya
alam dan agraria.
Sementara itu di lingkungan internal BPN gagasan
Reforma Agraria juga tak mudah dicerna dan diadopsi hingga
lini manajemen di daerah. Mengubah peran dan posisi apa-
ratur BPN dari yang semula merasa banyak dibutuhkan
masyarakat, menjadi aparatur yang harus lebih banyak mem-
fasilitasi lapisan dan golongan masyarakat bawah (petani
tanah gurem atau tak punya tanah); ternyata tak seperti
membalik telapak tangan. Belum lagi cukup banyak aparat
BPN yang galau menghadapi konsekuensi Reforma Agraria.
Seperti, bagaimana cara memfasilitasi pemberdayaan masya-
rakat (access reform) dalam konteks Reforma Agraria? Bagai-
mana melakukan pemetaan sosial? Apa urgensinya mela-
kukan kajian agraria, bagaimana melakukannya dan apa
konsekuensinya bila ternyata kajian yang dilakukan
mengungkapkan praktek-praktek yang menyimpang?
Hingga bagaimana menyikapi warga yang menuntut
keadilan agraria dengan dukungan LSM yang ketuanya nota-
bene adalah Staf Khusus Kepala BPN? Semua kegalauan
ini muncul karena hadirnya Reforma Agraria membuat zona
nyaman harus ditinggalkan. Resistensi diam-diam mengalir.
Apa yang tampak di permukaan tak senantiasa mencermin-
kan apa yang sesungguhnya terjadi di bawah.
Ditengah-tengah suasana seperti itu Joyo Winoto digan-
ti oleh Hendarman Supanji. Gelombang kedua perjuangan
agraria yang dimulai pertengahan dekade 1990an, dan
xlv