Page 51 - Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria, 2006-2007 Bunga Rampai Perdebatan
P. 51
M. Shohibuddin & M. Nazir S (Penyunting)
bercorak agraris melahirkan konsekuensi bahwa kebijakan
dalam pengelolaan sumber-sumber agraria (bumi, air dan
ruang angkasa) harus dipastikan bisa berkontribusi nyata
dalam proses mewujudkan “keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia” (amanat sila kelima Pancasila) atau “me-
wujudkan sebesar-besar kemakmuran rakyat” (amanat Pasal
33 ayat 3 UUD 1945). Dengan demikian, maka keberlan-
jutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan
Indonesia juga sangat ditentukan oleh sejauhmana amanat
cita-cita kemerdekaan untuk mewujudkan keadilan sosial
dan kemakmuran bangsa ini juga dapat diwujudkan secara
nyata, termasuk di bidang agraria. Tanpa yang terakhir ini
berhasil diwujudkan, maka penerimaan Pancasila sebagai
“asas bersama” dan landasan kesatuan nasional tidak akan
berarti banyak. Ia hanya akan bersifat abstrak dan tidak
bermakna karena “steril” dari persoalan-persoalan riil sosial
dan ekonomi yang dihadapi oleh mayoritas rakyat Indone-
sia.
Pergumulan pascakemerdekaan menunjukkan bahwa
para tokoh bangsa memerlukan waktu 15 tahun untuk
berhasil menemukan mekanisme yang tepat tentang cara
memelihara, mengelola, dan memperuntukkan sumber-
sumber agraria bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Konsensus yang dicapai itu menghasilkan apa yang kini
dikenal sebagai Undang-Undang Pokok Agraria No. 5
Tahun 1960. Proses panjang dalam pencapaian consensus
ini bisa dimaklumi mengingat demikian akutnya persoalan
struktural di bidang pertanahan yang sangat timpang yang
telah terkristal sebelum lahirnya UUPA. Pengelolaan tanah
masa kerajaan-kerajaan Nusantara, masa penjajahan, serta
4