Page 208 - Problem Agraria, Sistem Tenurial Adat, dan Body of Knowledge Ilmu Agraria- Pertanahan (Hasil Penelitian Sistematis STPN 2015)
P. 208

I Gusti Nyoman Guntur, Dwi Wulan Titik Andari, Mujiati
            190

            dengan  pembuatan Surat Keterangan  Tanah  Adat (SKTA)  oleh Damang
            Kepala Adat (Pasal 10 ayat 1 huruf d). Pengaturan lebih lanjut mengenai
            tanah adat dan  hak-hak adat di atas  tanah dengan  Peraturan  Gubernur
            (Pergub) Kalteng No. 13 Tahun 2009 yang diubah dengan Pergub Kalteng
            No. 4 Tahun 2012. Damang Kepala  Adat dapat menerbitkan SKTA guna
            dasar (alas hak) dalam pendaftaran tanah oleh otoritas pertanahan, melalui
            penegasan hak atau pengakuan hak.


            Pendefinisian Masyarakat (Hukum) Adat
                Masyarakat adat merupakan kelompok komunitas yang memiliki asal-
            usul leluhur, secara turun-temurun mendiami wilayah geografis tertentu,
            serta memiliki sistem nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya, sosial, dan
            teritori sendiri. (Pasal 1 angka 3 Permen ATR/KBPN No. 9 Tahun 2015, Pasal
            1 butir 37 Perda Kalteng No. 16 Tahun 2008, Pasal 97 UU No. 6 Tahun 2014
            tentang Desa). Berdasarkan ketentuan tersebut, bahwa konsep masyarakat
            hukum adat itu hanya merujuk pada suatu unit sosial yang tunggal. Subyek
            hak atas obyek hak yang berupa tanah ulayat itu sangat beragam , misalnya
                                                                  21
            di Sumatera Barat komunitas adat berupa kaum/buah gadang, suku, buek
            dan nagari. Di Kalteng terdapat komunitas Dayak yang secara organisatoris
            dikelompokkan  berdasarkan wilayah administrasi  pemerintahan  yaitu
            tingkat  provinsi,  tingkat  kecamatan dan  tingkat desa.  Sedangkan di  sisi
            lain  kelompok  suku  Dayak dikelompokan  berdasarkan asal-usul daerah
            misalnya: Iban, Jalai, Mualang, Kanayatn, Simpakng, Kendawangan, Krio,
            Kayaan, Kantuk, Tamambaloh, Kenyah, Benuang, Ngaju, dan sebagainya,
            semua mempunyai latar belakang sejarah sendiri-sendiri.
                Berdasarkan sistem  tenurial  masyarakat adat,  maka pengakuan dan
            penghormatan hak-hak masyarakat adat atas tanahnya tentu tidak hanya
            merujuk pada hak-hak yang bersifat komunal saja, melainkan juga dikenal
            hak-hak yang bersifat individual. Dalam hal pelaksanaan pendaftaran tanah
            mendefinisikan subyek hak atas tanah adat yang dimiliki secara individual
            kemungkinan tidak akan mengalami kesulitan berarti, namun dalam hal
            mendefinisikan subyek hak ulayat, besar kemungkinannya akan mengalami
            kesulitan, apakah dasarnya pengelompokan wilayah administrasi ataukah
            berdasar sub-sub suku Dayak.



            21   R Yando Zakaria, 2015, Menggagas Kebijakan Daerah tentang Pengakuan dan
                Perlindungan  Hak-hak  Masyarakat  (Hukum)  Adat  yang  Lebih Membumi,
                Makalah, Lokakarya pada Forum LIBBRA, STPN, Yogyakarta, 3-4 Juni 2015;
   203   204   205   206   207   208   209   210   211   212   213