Page 322 - Problem Agraria, Sistem Tenurial Adat, dan Body of Knowledge Ilmu Agraria- Pertanahan (Hasil Penelitian Sistematis STPN 2015)
P. 322
Senthot Sudirman, Dian Aries Mujiburrohman, Theresia Suprianti
304
yang jauh lebih rendah daripada bidang A dan C, yaitu Rp. 800.000,-/m .
2
Kondisi tersebut memancing protes dari para ahli waris, terutama bidang B
dan D. Kenapa kami masih dalam satu alas hak kepemilikan kok bibedakan
besar harga ganti ruginya? Bukankan suatu kepemilikan yang sama diberi
satu nilai nilai? Kondisi tersebut juga memicu terjadinya kealotan dalam
mencapai kesepakatan harga ganti rugi yang menyebabkan terjadinya
keterlambatan pembebasan tanah.
Gambar 4.6. Contoh empat bidang tanah dari proses waris yang belum didaftarkan
sehingga masih dalam satu alas hak kepemilikan dan menghambat pembebasan
tanah.
Adanya pemilik tanah yang tidak berdomisili di wilayah dimana tanah
yang akan dibebaskan berada juga sering menimbulkan masalah. Pertama
adalah mereka sulit dilibatkan dalam proses musyawarah karena tidak
berdomisili di tempat diadakannya musayawarah. Kedua, mereka yang
pandai berargumentasi dengan baik terhadap Panitia Pengadaan Tanah
dan meyakinkan nilai tanahnya menjadi lebih tinggi dari tanah-tanah lain
yang berdekatan dengan tanahnya, dan mereka itu tidak merasa cukup
sampai disitu, namun mereka bersaha untuk mempengaruhi dan bahkan
memprovokasi pemilik tanah yang lain untuk mendapatkan harga ganti
rugi yang lebih tinggi. Menurut Waligi dan Komarudin (2014, komunikasi
pribadi) hasil seperti ini sering terjadi dan cukup menyulitkan P2T dalam
menghasilkan kesepakatan harga ganti rugi.