Page 330 - Problem Agraria, Sistem Tenurial Adat, dan Body of Knowledge Ilmu Agraria- Pertanahan (Hasil Penelitian Sistematis STPN 2015)
P. 330

Senthot Sudirman, Dian Aries Mujiburrohman, Theresia Suprianti
            312

            ini mungkin dapat diminimalisir dengan diterbitkannya PerKaBPN RI No.
            5 tahun 2012 yang disertai dengan form-form yang sangat detail, dengan
            catatan para petugas bekerja dengan cemat dan teliti.
                Surat tanda  bukti  kepemilikan tanah  oleh  masyarakat tidak  sesuai
            dengan kondisi lapangan.  Mengingat  surat  tanda bukti kepemilikan
            ini  sangat penting,  maka untuk  menghindari  keterlambatan proses
            pembebasan tanah perlu dilakukan terobosan-terobosan penyediaan alat
            bukti kepemilikan  tanah ini, misalnya  dengan Surat Keterangan  Tanah
            (SKT) yang diketahui dan disahkan oleh phak otoritas setempat.  Dalam
            SKT  perlu dirancang  klausa-klausa  yang antisipatif dan  preventif  untuk
            melindungi pihak-pihak yang berkepentingan yang beretikat baik.
                Kendala ketidak beradaan pemilik tanah dapat diselesaikan melalui
            jalur konsinyasi,  dengan besar  ganti kerugian berdasarkan harga
            kesepakatan dan menitipkan UGR ke pengadilan setempat. Hal ini telah
            ditetapkan dalam Pasal 42 ayat (2) butir (a) UU No. 2 Tahun 2012 yaitu bahwa
            “Penitipan Ganti Kerugian selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga
            dilakukan  terhadap Pihak  yang Berhak menerima Ganti Kerugian  tidak
            diketahui keberadaannya. Dengan  demikian,  ketidakjelasan keberadaan
            pemilik tanah bukan menjadi kendala dalam pembebasan tanah pada masa
            yang akan datang.
                Adanya spekulan tanah yang  membeli tanah di sekitar  lokasi proyek
            dengan harga  tinggi  sehingga mempengaruhi masyarakat  pemilik  tanah
            untuk  pasang harga  ganti  rugi  yang juga  tinggi. Fenomena ini biasanya
            dijadikan acuan oleh pemilik tanah lainnya untuk meminta besar harga ganti
            rugi yang juga  tinggi yang jauh melebihi NJOP  tanah  setempat  sehingga
            menyebabkan  sulitnya mencapai kesepakatan harga  ganti  rugi  antara
            Pemerintah  yang mendasarkan harga  ganti  rugi  pada NJOP  sebaliknya
            masyarakat mendasarkan  pada harga  pasar bahkan lebih  tinggi  dari itu.
            Munculnya para spekulan tanah ini umumnya menyisip dalam waktu antara
            idenfifikasi lokasi oleh Tim Penyiapan dengan penetapan lokasi oleh Bupati/
            Walikota. Oleh karena itu, jalan keluarnya adalah dengan mempercepat proses
            penetapan lokasi tersebut agar tidak memberikan kesempatan kepada para
            spekulan tanah untuk bertransaksi sebelum kepemilikan tanah dibekukan
            (land-freezing), dan meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat tentang
            pengaruh negatif dari adanya spekulan tanah ini.
                Adanya  provokator  yang berusaha mempengaruhi masyarakat
            pemilik tanah  sehingga tidak  bersedia  melepas tanahnya  dengan  harga
   325   326   327   328   329   330   331   332   333   334   335