Page 53 - RANGKUMAN MATERI SKL KELAS 8 PAT 20202021
P. 53
Materi persiapan PAT Kelas 8 TP 20202021
Disusun Oleh: FATHONAH SRI UTAMI, S.E
Malaka dan Bergsma dibuang dari Hindia. Hak berkumpul di Yogyakarta
dicabut pada 8 Februari 1922 (Shiraishi 1997: 320-323). Lumpuhnya serikat-
serikat buruh besar ini dan terpukulnya PKI pada 1926 menenggelamkan
gerakan buruh pada masa kolonial.
Setelah kemerdekaan, pada masa yang sering disebut dengan Orde Lama,
serikat-serikat buruh bertumbuhan kembali. Sebagian dari mereka berafiliasi
dengan partai-partai politik. Hasil pendataan tahun 1955 oleh Menteri
Perburuhan menyebutkan, terdapat 1501 serikat buruh nasional, kewilayahan
dan lokal, di mana 56% dari serikat nasionalnya tidak berafiliasi ke mana-
mana. Adapun federasi serikat buruh terbesar pada saat itu adalah Sentral
Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), yang pimpinannya banyak
merupakan anggota PKI. Dari 596.115 anggota serikat buruh yang bekerja di
sektor manufaktur, sekitar 530.000 adalah anggota SOBSI. (Hadiz 1997: 49-
51).
Pada masa ini, terjadi polarisasi ideologi di antara serikat buruh komunis dan
non-komunis. Setelah nasionalisasi perusahaan asing yang dimulai tahun
1957, di mana berbagai perusahaan yang dinasionalisasi itu jatuh ke tangan
militer, serikat-serikat buruh anti-komunis menemukan mitra kuatnya pada
militer. Begitu pula, militer yang semakin terintegrasi dengan kapital, mulai
berkontradiksi dengan serikat-serikat buruh radikal seperti SOBSI. Mereka
mulai membuat berbagai macam alat pengendalian buruh, termasuk
organisasi buruh tandingan seperti Sentral Organisasi Karyawan Sosialis
Indonesia (SOKSI). Kontradiksi ini pun pecah dengan terjadinya peristiwa 30
September 1965, yang diikuti dengan pembantaian ratusan ribu atau jutaan
orang.
Pukulan mematikan yang diterima oleh gerakan buruh ini sebenarnya juga
merupakan tanda dari belum kuatnya gerakan buruh di Indonesia pada saat
itu. Alasannya sama dengan pada masa kolonial, gerakan buruh pada masa
Orde Lama masih beroperasi dalam situasi ekonomi yang belum
terindustrialisasi dengan tingkat proletarisasi yang rendah. Dari 25.000
perusahaan yang terdaftar pada 1953, hanya 575 yang memiliki tenaga kerja
lebih dari 500 orang. Sementara, yang memiliki tenaga kerja antara 100-500
orang hanya 1500 perusahaan. Itu berarti sisanya hanya memiliki tenaga kerja
di bawah 100 orang. Diperkirakan bahwa buruh industri pada masa ini hanya
berjumlah 500.000 orang (Hadiz 1997: 48).
Setelah menghancurkan PKI beserta organisasi-organisasi progresif lainnya,
termasuk SOBSI, rezim Orde Baru lalu melakukan pembersihan terhadap
kekuatan buruh yang masih tersisa. Caranya adalah dengan memfusikan
berbagai organisasi buruh yang ada ke dalam satu organisasi korporatis yang
ada di bawah kontrol negara. Oleh sebab itu, pada 1973, didirikanlah Federasi
Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) sebagai wadah untuk memfusikan berbagai
organisasi buruh. Pada 1985, FBSI merubah dirinya menjadi unitaris dan
bernama Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Meski demikian, pada
1990, SPSI berubah lagi menjadi federasi dengan nama FSPSI (Kertonegoro
1999: 17-20). Sementara itu, untuk melemahkan para pegawai negeri, mereka
dipisahkan dari buruh swasta dan difusikan ke dalam Korps Karyawan
(Kokar) yang kemudian menjadi Korps Pegawai Negeri Republik Indonesia
(Korpri). (Hadiz 1997: 69).
53