Page 112 - 3 Curut Berkacu
P. 112
94 3 Curut Berkacu
‘kedoyangan’ gue ini. Tawaran duren di tengah malam itu, seakan mengalahkan rasa nyeri dan ‘nyut-nyut’ pada bisul gue, bagaikan mimpi yang seketika menjadi kenyataan. Tanpa basa-basi, bokap gue langsung memeluk dan membopong gue menuju ke ruang tengah. Tapi pelukannya cukup erat, kedua lengan gue juga gak dibiarkan lepas dalam pelukannya, seakan sengaja ditahan. Salah satu lengan bokap menekan bisul gue di pantat, gue ingin meronta tapi tak kuasa, gue hanya bisa meraung dan menangis.
Masih dalam keadaan setengah sadar dan dalam ‘gencetan’ pelukan bokap sambil meraung kesakitan, gue ‘celangak-celinguk’ mencari keberadaan duren itu. Gue gak melihat sebiji duren pun di dalam ruangan. Hanya nyokap gue yang sedang ‘cengar-cengir’ dengan secarik kain yang telah dibasahi di tangannya. Gue heran, apa maksud semua ini.
“AAAARRRHHHH...!!! Ampun, Mah, AMPUUUN...!!! Teriak gue seketika menggelegar.
Tiba-tiba dengan cekatan tangan nyokap mendarat di dahi gue, tepat di wilayah bisul sedang bersemayam dan memencet si bisul dengan sangat kuat. Gue meraung kesakitan, sungguh-sungguh sangat sakit.
“Pegang tangannya, Yah, jangan dilepas!” pekik nyokap gue sambil ngelap darah yang mulai bercucuran ke mata dan pipi gue. “Siaaap, nyonya!” balas bokap gue.
Dan, ‘Booom! Crooooot....!’ Semburan nanah berceceran di mana-mana. Gue melihat gumpalan nanah kuning kecoklatan yang cukup besar tersembur ke pipi bokap gue juga, ternyata itu yang disebut dengan inti bisul. Belum juga cukup sampai di situ, giliran bisul di pantat gue