Page 117 - 3 Curut Berkacu
P. 117

 Pasar Senen di Hari Minggu 99
maksud Bima.
“Yea, kampungan sih, lur! Masa ‘tur gud’ aja lu gak
paham! Dodol!” gerutu Bima dengan sombong.
“Emang apaan sih ‘tur gud’ itu, Bim? Bal, lu tau gak?” tanya gue lagi ke Bima dan menoleh ke Iqbal berharap
dapat jawaban darinya, tapi Iqbal gak merespon.
“Itu loh, Yu, orang yang suka nemenin orang-orang
bule berwisata!” jelas Bima serius.
“Anjriiit! Maksud lu pemandu wisata?” sanggah gue. “Itu mah ‘tour guide’ kali, nyet!” sambung gue. “Hahahahaha...” kemudian gue tertawa, Bima hanya
tersipu.
“Lu bahasa ngambil dari mane, Bim?” sambung gue
masih tertawa, Bima hanya diam.
Gue melirik ke sekeliling, kelihatannya kami menjadi
perhatian dari penumpang lain yang ada di gerbong, “Bim, kita diliatin, peleh! Lu liat deh!” kata gue mencolek Bima menunjukkan respon para penumpang lain. Ada yang juga ikut tersenyum, mungkin ikut terhibur dengan tingkah kami. Ada juga yang hanya melototin, mungkin merasa terganggu karena lagi PMS, dan ada juga yang hanya cuek bebek.
“Lu sih, Yu, ketawanya keras banget!” elak Bima menyalahkan gue. Tapi tentunya gue gak terima sepenuhnya kalau itu salah gue, mereka memperhatikan tingkah Bima juga. Namun, sepanjang perjalanan menuju Stasiun Pasar Senen kami nikmati dengan guyonan dan tawa. Iqbal dan Sada mengajak kami berpindah ke gerbong lebih depan. Menurutnya kita akan segera sampai, biar nanti tidak berjalan lebih jauh.




















































































   115   116   117   118   119