Page 118 - 3 Curut Berkacu
P. 118
100 3 Curut Berkacu
“Eh, bentar...bentar!” seru Sada saat kami baru saja keluar dari gerbong dan berjalan menuju keluar stasiun.
“Ketuban gue mau pecah nih, duduk dulu bentar, pegel gue berdiri dari tadi,” sambung Sada mengeluh keletihan akibat berdiri sepanjang perjalanan.
Kami pun mengiyakan ajakan Sada untuk duduk sejenak di sebuah kursi panjang dalam stasiun. Maklumlah, bobot Sada memang terbilang ekstra, perutnya buncit seperti orang hamil. Mungkin karena itu kenapa dia bilang kalau ketubannya mau pecah, hehehe.
“Ayo, jalan, bre!” seru Sada sambil beranjak dari kursi mengajak melanjutkan perjalanan, padahal gue baru saja merasa ‘pewe’, dan belum juga 5 menit duduknya.
Tanpa banyak cincong, kami mengikuti langkah Sada menelusuri peron stasiun menuju pintu keluar. Suasana stasiun cukup ramai juga, membuat kami harus antri melewati pintu keluar otomatis. Berjalan berbaris banjar layaknya anak Pramuka yang selalu disiplin dalam kondisi apapun.
Hanya beberapa menit berselang, kami telah menyebrangi jalan dan memasuki area Pasar Senen. Suasana sepi, banyak lapak yang tutup. Hal ini membuat kami cukup pesimis, karena sudah datang jauh-jauh tapi pasarnya malah sepi. Sayang banget kan kalau kami harus balik dengan tangan hampa dan harus membeli kebutuhan kami di Pasar Baru Bekasi. Bima mulai khawatir jangan sampai Pasar Senen malah tutup di hari Minggu.
“Kalau semua toko tutup, gimana ini, Yu?” tanya Bima di sela-sela kami menyusuri lapak-lapak yang sedang tutup.