Page 142 - 3 Curut Berkacu
P. 142
124 3 Curut Berkacu
Sejak tadi gue lihat Iqbal sibuk dengan ponselnya. “Lagi ngapain sih, lu?” tanya gue ‘kepo’. “Ini loh, gue lagi ngubungin anggota Sangga gue, mastiin aja agar gak ada yang datang telat,” jawabnya tatap tertuju pada layar sebuah ponsel di tangannya.
‘Jleb!’ Jawaban Iqbal itu membuat gue merasa tertampar sendiri, ‘ketua macam apa gue ini, yang tidak mempedulikan anggotanya,’ gerutu gue dalam hati. Gue pun bergegas mengambil ponsel dari dalam tas. Untungnya Iqbal telah menjelaskan tentang teknik ‘peking’ yang baik, sehingga gue dengan mudah dapat meraih ponsel gue dari dalam tas. Segera dengan cepat gue menghubungi anggota Sangga gue yang belum kelihatan batang hidungnya.
Kesan ‘grasak-grusuk’ yang gue timbulkan menarik perhatian Bima yang sedang mengunyah kue gemblong, makanan khas Betawi berbahan ketan yang diselimuti dengan gula merah kasar. Begitulah gue, gampang panikan, gampang ‘grasak-grusuk’ jika terjadi sesuatu di luar kendali gue, ‘padahal dengan Wahyu terburu-buru itu tidak akan membuat anggotanya sampai dalam sekejap, sebelum mata berkedip. Emang jamannya Kian Santang,’ hibur gue dalam hati.
“Aduh, bagaimana ini, Bim, si Sada, anggota Sangga gue, belum dateng juga ini, mampus gue nanti saat absen dan anggota gue belum lengkap, aduuuh mati gue, mateeee!” teriak gue panik.
Ponsel tak pernah lepas lagi dari perhatian gue, chat gue belum dibalasanya. Kuping gue tetiba jadi sangat sensitif mendengar notifikasi ponsel, termasuk bunyi dari ponsel yang lain.