Page 152 - 3 Curut Berkacu
P. 152

 134 3 Curut Berkacu
mental tempe dan kurupuk, yang siap ditempa menjadi mental baja.
Gue melirik ke arah Bima, kedua tangannya dikepal sangat erat, dadanya dibusungkan, berdiri sangat tegap, posisi siap sempurna. Ketegangan terasa sangat kental tergambar di raut wajah kami semua. Wajarlah, ini masa pelantikan kami yang pertama, sebuah langkah yang harus kami tempuh agar resmi menjadi anggota Saka Bhayangkara angkatan ke-35.
Masih dalam barisan, kami menyaksikan para senior sedang sibuk memeriksa dan memberesi barang-barang yang ada dalam tumpukan, kantongan dibuka dan isinya disatukan sesuai jenis masing-masing barang; beras, gula, kacang ijo, dan lainnya.
“Ini barang milik siapa?” tiba-tiba seorang senior bertanya, tangannya diangkat ke atas sambil menunjukkan sebuah kresek transparan. Meskipun kurang jelas, di dalamnya terlihat seperti kain kecil berwarna coklak dan merah. Namun anehnya, para senior dan Pamong Saka yang ada di belakang pada tertawa-tawa kecil. Tidak satu pun di antara kami yang bersuara mengakui sebagai barang bawaannya. Gue juga sama sekali gak merasa membawa barang seperti itu.
“Milik siapa ini?” tanya senior itu dengan suara lebih keras. Semua pasang mata memandang ke barang itu, sesekali menoleh ke kiri dan ke kanan. Gue menyipitkan mata berusaha memperhatikan benda itu lebih dalam.
“Itu kayaknya CD deh,” ujar Iqbal berbisik sambil mengerutkan dahinya, sampai-sampai kedua bulu alisnya




























































































   150   151   152   153   154