Page 156 - 3 Curut Berkacu
P. 156

 138 3 Curut Berkacu
tutup, mau pergi haji!” sindir gue balik. ***
Beberapa kali kesempatan, gue memperhatikan Iqbal. Gue selalu dibuat kagum olehnya, atau mungkin lebih tepatnya iri. Dia terlihat sangat peduli dengan anggota Sangganya. Gue perhatikan, hampir tidak ada kata perintah yang pernah dia ucapkan. Dia memberikan perintah dengan ajakan, dia melakukannya dahulu dan mengajak anggota-anggotanya, kemudian mereka melakukannya bersama-sama, sehingga sangat nampak bahwa setiap anggota sangganya tidak ada yang merasa ‘disuruh’ untuk melakukan tugasnya.
Astaga! Ini berbeda dengan gue. Tanpa gue sadari, gue sudah mengeluarkan belasan bahkan puluhan kalimat- kalimat perintah ke anggota Sangga gue untuk melakukan ini dan itu, atau jika ada yang pura-pura tidak mendengar perintah gue, akan gue lakukan sendiri atau gue perintahkan lagi ke anggota yang lain. Memang, sebagian besar mereka tidak menolak perintah gue, secara kan gue ketua Sangga, tapi efeknya pada motivasi yang melakukan perintah dan ajakan itu ternyata sangat berbeda.
Gue jadi teringat kata bokap gue tentang tabiat seorang pemimpin sejati. Menurutnya, pemimpin itu harus selalu ada di depan orang-orang yang dipimpinnya, sekaligus harus berada di belakang mereka. ‘Kenape, Be?’ tanya gue sama sekali tidak paham. Bagaimana mungkin kita ada di depan sekaligus di belakang. Mustahil bin mustahal pikir gue yang kala itu masih berusia 12 atau 13 tahun. Gue memang sangat dekat dengan bokap gue,






























































































   154   155   156   157   158