Page 163 - 3 Curut Berkacu
P. 163
Pelantikan Para Curut Gagah 145
terhadap asupan nasihat dapat tersirami seketika.
Sesekali gue menirunya mengambil dedaunan kering dan gue remas hingga hancur dalam genggaman tangan gue. Melihat dia melakukan itu, gue pikir mungkin itu kebiasaan dia saja kalau lagi ngomong dekat dengan dauh kering. Dugaan gue salah, saat gue tanya mengapa dia melakukan itu sejak tadi, dia jawab bahwa selain karena ‘kegabutan’ saja, juga bahwa daun-dauh kering itu adalah sampah organik yang berasal dari alam. Dan dengan meremas-remasnya sampai hancur, itu juga sama dengan membantu alam dalam penguraian dan kembali ke alam lagi. Sama lah dengan kita yang diciptakan dari tanah,
kemudian akan kembali terurai dalam tanah.
Iqbal selalu saja membuat gue takjub. Hal yang kecil
yang dia lakukan pun selalu punya alasan, apalagi hal-hal besar, dia pasti selalu punya alasan.
***
Suara pluit morse kembali terdengar pendek-pendek,
tanda kami harus segera berkumpul. Terlihat para peserta perkemahan bergegas menuju lapangan. Namun tidak dengan anggota Sangga gue, sepertinya mereka masih terbaring di tenda dengan pulas.
Gue segera menuju tenda, gue membuka pintu tenda, ternyata dugaan gue benar, mereka masih terbaring, mungkin mereka benar-benar kelelahan karena harus mendirikan tenda dua kali yang sebelumnya sudah pada sibuk mencarinya. Aroma kecut dari ketek-ketek para curut Pramuka ini layaknya curut beneran yang lama berdiam di gorong-gorong.
“Woi, bangun! Suruh baris itu!” teriak gue